“Miss Indira?”, seorang lelaki paruh baya menyebut nama saya sambil memegang secarik kertas.
“Yes!”, saya menjawab tenang.
“Please follow me.”
Saya dan Mama mengikuti Bapak berpakaian jas abu-abu itu berjalan ke luar penginapan. Menembus dinginnya udara Seoul di pagi hari di musim peralihan dari musim dingin ke musim semi. Kedua tangan kami masukkan ke saku jaket masing-masing. Kami berjalan dalam diam.
Hari masih pagi, tidak ada siapa-siapa di sekeliling kami. Jalanan terlihat lengang dan sunyi.
Sebuah mobil van sudah menunggu di pojokan jalan. Bapak berjas abu-abu tadi berhenti di depan pintu tengah, menggeser pintu, dan mengangsurkan tangan mempersilakan kami masuk.
Kami menganggukkan kepala dan masuk dengan patuh. Di dalam mobil sudah ada beberapa orang. Semua diam.
Tenang, Guys, itu kami mau ikut tur kok. Bukan dijemput paksa karena salah menulis berita tentang rezim yang berkuasa.
***
Sudah lama saya ingin ikut tur DMZ, berkunjung ke zona demiliterisasi Korea, tapi mengingat harganya yang lebih setengah juta, beberapa kali saya urung. Ketiga kalinya saya ke Korea Selatan eh kok ya semuanya pas sekali.
Pas uang sudah terkumpul, pas di bulan April (2018) ada pertemuan antara Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk membicarakan kemungkinan Unified Korea (Korea Bersatu). Kalau Korea jadi bersatu maka zona demiliterisasi ini sudah nggak ada lagi. Nggak prinsipil sih, tapi saya ingin saja berkunjung ke DMZ sebelum zona ini (mungkin) tiada. π
DMZ adalah singkatan dari Demilitarized Zone (ada juga yang bilang Demilitarization Zone) atau dalam bahasa Indonesia: Zona Demiliterisasi. Zona ini mengacu ke batas wilayah antara dua atau lebih kekuatan militer (negara?) di mana di wilayah tersebut tidak boleh berlangsung aktivitas militer apapun.
Dalam hal DMZ di Korea, zona ini menjadi batas wilayah antara Korea Selatan dan Korea Utara. Setelah perang saudara pecah di Korea dan berlangsung selama tiga tahun lebih (Juni 1950 β Juli 1953), di tahun 1953, melalui Korean Armistice Agreement, ditariklah garis lurus sepanjang 160 km yang membelah semenanjung Korea dan menjadi batas wilayah antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Garis lurus ini kemudian ‘dilebarkan’ dua kilometer ke arah utara dan dua kilometer ke arah selatan, nah, area inilah yang disebut dengan DMZ.
Tur Zona Demiliterisasi Korea
Ada dua pilihan tur DMZ tersedia. Ada yang setengah hari (hanya DMZ saja) dan ada yang satu hari penuh termasuk ke JSA (Joint Security Area).
Saya dan Mama memilih tur yang pertama, setengah hari ke DMZ. Ke mana saja dalam tur setengah hari DMZ tersebut?
-
IMJINGAK PARK
Imjingak Park ada di Imjingak (yaiyalah) β desa terakhir di wilayah Korea Selatan sebelum area DMZ. Posisi desa ini persis di sebelah Imjingang (Sungai Imjin).
Di Imjingak Park, ada satu gedung besar yang berisi toko suvenir dan restoran. Di bagian luar gedung, pengunjung bisa melihat lokomotif sisa peninggalan Perang Korea, pagar dengan gantungan pita warna-warni berisi pesan perdamaian, bekas rel yang dulu menghubungkan Korea Selatan dan Korea Utara dan juga jembatan kayu untuk jalan masuk ke Freedom Bridge (jembatan baru yang dibangun di atas Sungai Imjin).
-
UNIFICATION BRIDGE
Berada di area JSA (Joint Security Area), jembatan ini disebut juga Bridge of No Return.
Dulunya, jembatan ini dipakai sebagai jalan untuk ‘bertukar’ tahanan saat perang selesai. Di tahun 1953 ketika Perang Korea usai, para tahanan (tentara) diberikan pilihan untuk terus hidup di negara yang menangkapnya atau kembali ke negara asalnya – dengan konsekuensi, tidak bisa kembali ke negara yang menangkapnya lagi walaupun tahanan tersebut berubah pikiran and vice versa.
-
DMZ THEATER and THIRD INFILTRATION TUNNEL
Di theaternya sih saya nggak ngeuh info apa-apa lha wong penjelasannya pakai bahasa dan tulisan Mandarin. Wkwkwk. Masuk bareng grup pejalan asal Cina, saya, Mama, dan tiga orang asing lain ngakak-ngakak sendiri pas tahu voice overnya dalam Mandarin, begitu pun subtitlenya. Haha. Atuhlah.
Third Infiltration Tunnel adalah terowongan sepanjang 1635 meter (belum selesai) dengan 435 meternya berada di wilayah Korea Selatan β melewati zona demiliterisasi tersebut. Terowongan ini lebarnya 2,1 meter dan berada 73 meter di bawah tanah.
Apa gunanya? Well, nggak ada yang tahu pasti. Korea Selatan menuduh Korea Utara menggali terowongan ini untuk menyerang. Kalimat di Wikipedia-nya: ‘a surprise attack on Seoul from North Korea’, sedangkan Korea Utara bilang terowongan itu digali untuk tambang batubara dan ‘nggak sengaja’ mencapai wilayah DMZ. Wkwk.
Pemandu kami di tur ini kemudian meminta kami menyentuh bebatuan berwarna hitam yang ada di langit-langit terowongan, dan meyakinkan kami bahwa itu bukan batubara dan TIDAK ADA kandungan batubara di tanah bagian utara Korea Selatan. EAAAAA… Teroret jungkir balik, teroret jungkir balik.
-
DORA OBSERVATORY
Ini adalah observatorium terbuka di atas Dorasan (Gunung Dora) di mana pengunjung bisa ‘mengintip’ Korea Utara via teropong yang ada di sana.
Desa yang bisa diintip bernama Kaesong β desa di Korea Utara yang paling dekat perbatasan β dan walaupun ketika saya ngintip itu nggak lihat manusia biasa lagi melakukan hal biasa di sana tapi ketika teropong saya arahkan ke gedung zona demiliterisasi Korea Utara (kayak Imjingaknya Korea Utara gitu), saya sempat melihat beberapa orang berseragam lagi jalan ke arah parkiran.
Doa saya hanya satu: semoga mereka nggak lupa parkir mobilnya di mana seperti saya yang sering lupa di mana memarkir mobil saat di mall. Amin.
-
DORASAN STATION
Ini tempat favorit saya dari keseluruhan tur. Dorasan Station adalah stasiun kereta paling utara di Korea Selatan. Nantinya jika Unify Korea sudah terjadi, stasiun ini akan menghubungkan Korea Selatan dan Korea Utara via rel.
Di Dorasan Station, kita bisa beli tiket boong-boongan (wkwk) ke Pyeongyang seharga KRW1000. Lalu masuk ke dalam sampai ke peron. Perasaan saya ketika di atas peron tu nggak tahu deh, antara terharu, merinding, senang, sedih, jadi satu.
Ngebayangin pada suatu ketika nanti Korea akan bersatu dan menjadi satu langkah berkembangnya perdamaian dunia. Duh duh. Emosional aqutu, Rencang-rencang! Ya, jangankan berada di peron deh, melihat video Presiden Moon dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu di JSA dan jabatan tangan saja saya emosional. Lemah.
-
GINSENG CENTER
Ini nggak penting tapi di setiap tur pasti ada pemberhentian ke ginseng center ini. Lumayan sih sebenarnya karena di ginseng center ini ada pelajaran tentang ginseng juga, walaupun, di akhirnya tetap isinya jualan. Wkwk.
Nggak beli pun bisa kok di ginseng center ini, ya mundur aja pas sesi jualan sudah mulai lalu abis itu balik deh ke bus. Hahaha. Yang bikin agak kesal, pas di Imjingak dan Dorasan itu kita diburu waktu banget eh pas di ginseng center malah dibebaskan. Wkwk.
Nasib ikut tur.
Sebenarnya bisa nggak ke zona demiliterisasi ini tanpa ikut tur?
Well, ke Imjingaknya sih bisa jalan mandiri, tapi dari Imjingak park masuk ke DMZ-nya, saya belum ketemu metode jalan mandiri. Kayaknya tetap harus pakai tur karena ada pemeriksaan oleh tentara juga.
Terhitung ada dua kali pemeriksaan dalam tur DMZ kemarin. Dan walaupun terdengar menakutkan, sebenarnya pemeriksaan di DMZ kemarin adalah pemeriksaan garis batas terlancar yang pernah saya lakukan. Mana pas pulang, tentara kedua yang memeriksa tu kiyut banget dengan kacamata besarnya yang HEY, KOK SAMA DENGAN PUNYA SAYA. Apakah ini yang dinamakan jodoh?
***
Sedikit tips untuk ikut tur zona demiliterisasi (DMZ dan atau JSA):
- Tanya ke penginapan masing-masing apakah bisa book tur dari penginapan dan apakah akan dijemput di penginapan? Kalau iya, book dari penginapan saja. Lebih nyaman dijemput di penginapan kan dibanding pagi-pagi harus gedabrukan cari jalan dan transportasi ke meeting point.
- Bawa paspor. Ini wajib, karena akan ada pemeriksaan, jadi jangan lupa bawa ya.
- Pakai name tag yang diberikan oleh pemandu ALL THE TIME. Jangan dilepas-lepas karena ada kemungkinan hilang ketiup angin, keinjak, kebawa mantan, atau kemasukan jin.
- Persiapkan makanan kecil untuk selama di perjalanan. Perjalanan ke Imjingak itu lumayan jauh tanpa berhenti, begitu pun pulangnya (pulang tur, kami didrop di Myeongdong). Nggak bisa minta supir melipir di Indomaret ya karena selain nggak ada, permintaan itu juga memperlambat jalannya tur.
- Peepee dulu sebelum berangkat, untuk alasan sama seperti di atas.
- Kalau bisa, jangan pergi di akhir pekan. Penuh banget bok! Nggak cuma penuh orang pas di tujuan wisatanya tapi juga penuh bus di parkirannya. Puyeng aqutu lihat orang banyak.
- Siapkan uang tunai yang pas untuk membayar turnya. Tur dibayarkan langsung ke pemandu, bukan ke penginapan. Beberapa tur menyediakan moda pembayaran gesek tapi untuk mudah dan ringkasnya memang bayar tunai saja.
- Patuhi peraturan. Kalau dibilang di spot A tidak boleh memotret ya jangan memotret. Kalau dibilang keluarkan paspor ya keluarkan. Kalau dibilang ‘hiduplah denganku’ tapi orangnya belum jelas ini itunya, jangan mauk!
Menurut saya, kalau suka sejarah, concern sama perdamaian dunia dan isu sosial politik, ikut tur ke DMZ ini cukup worthy. Sayangnya waktu terasa cepat dan diburu-buru. Belum menikmati membaca seluruh penjelasan suatu tempat, waktu sudah habis dan harus kembali ke bus. Sad.
Ya ini nggak asyiknya ikut tur sih (menurut saya), jadi nggak bisa memaksimalkan rasa dan indera untuk menikmati seluruh penjelasan dan membayangkan kejadiannya. But oh well, nggak bisa juga ke sana tanpa tur jadi yaudah, anteupkeun we.
Hihihi.
Kali lain ke Korea Selatan, saya mau ikutan tur satu hari full yang ke JSA (Joint Security Area) juga. Lebih worth mana sama yang ini? Nanti, tunggu saya berpengalaman dulu ya. Hihihi.
Senyum dulu ah.. π
5 thoughts on “Berkunjung ke DMZ, Zona Demiliterisasi Korea”
abis dari sini trus jadi pengen tour ke Korea utara juga gak sih? penasaran aku tuuu pengen membaca sejarahnya dari kedua sisi
Ke Korea Utara udah pengen dari lama, karena ikut tur ini jadi makin pengen. Hahaha.
Menyoal destinasi nomor 2. Kasian banget ya, yang di tahun 1953, entah dengan pertimbangan apa memutuskan untuk tinggal di Korea Utara. Dan setelah itu mengalami zonk. Ehmmm baca artikel ini, aku langsung ingat film Tae Gok Gi. Sediiiih.
Setelah baca salah satu buku memoar seorang North Korean defector, aku juga mikir gitu pas dengar cerita ini. Kayak pengen bilang, “Aaaah jangaaaan.. Jangaaaaan..” gitu. Hahaha. Tapi, kalau dari buku itu aku juga jadi belajar, orang Korea Utara pada dasarnya nggak tahu apa yang terjadi di luaran. Mereka ‘dicekoki’ paham bahwa di Korea Utara itu paling makmur subur dan mereka adalah orang-orang paling beruntung karena jadi WN sana. Jadi ya mereka nggak akan ngeuh si kalau mereka kena zonk. Wkwkwk.
Iya sih, bener juga. Aku pernah nonton film dokumenter tentang warga Korea Utara. Mereka mikirnya di luar negara mereka itu kondisinya lebih parah, dan bahwa negara mereka itu paling sejahtera. Bahkan, doktrin yang dijejalkan ke mereka itu sudah di luar nalar, dan pengkultusan yang berlebihan terhadap pemimpinnya. Seperti misalnya, Kim Il Sung itu adalah pencipta alam semesta π
Aku gak kepikir, gimana perasaan mereka yang dengan sadar menipu jutaan rakyatnya, demi tetap berkuasa. Opo yo tenang turune, sambil mikir: “Aku iki lho pencipta alam semesta.” π