“Lokal tamumu, Mbak? Hebat. Sabar yo.. Aku nggak mau nerima tamu lokal lagi. Bikin pusing!” salah satu teman sesama pengurus penginapan berkomentar. Saya cekikikan.
Dulu saat belum mengurus penginapan sendiri dan kerja di hotel, saya sempat bingung campur kesal ketika mendengar anak front office berkomentar senada. Pikir saya, jahat banget kok sama saudara sendiri (tamu lokal maksudnya) begitu sih?! Eh, sekarang saya mengurus penginapan sendiri, saya bisa senyum atau ketawa kalau ada teman sesama pengurus penginapan berkomentar demikian. Karena apa? Karena sekarang saya tahu cerita di balik komentar mereka. Hahaha.
Berikut delapan kelakuan tamu Indonesia yang menyebalkan (yang pernah saya alami sendiri atau masuk di sesi curhat sesama pengurus penginapan – khususnya di Jogja).
Disclaimer: Usaha yang saya urus sekarang adalah guesthouse. Lebih kurang standar operasionalnya setara dengan homestay dan hostel. Jadi jangan dibandingkan sama hotel ya. Jelas beda kebijakan, peraturan, serta standar operasional yang diterapkan.
1. NGGAK JUJUR SAMA JUMLAH TAMU
Ini paling sering kejadian. Jumlah tamu enam orang, pesan kamarnya satu. Pesan satu ranjang (di dorm), datang berdelapan plus bawa bayi.
Marilah kita bersama-sama mengucap apaaaa?
Astagfirullah… :))
Kenapa bisa kejadian begini ya? Apakah penjelasan soal jumlah maksimal tamu per kamar di profil penginapan kami kurang jelas? Saat saya cek, atuhlah tertulis jelas terpampang nyata keterangan per kamar maksimal diisi dua dewasa. Jadi bagaimana kok ada tamu yang datang dengan jumlah orang melebihi kapasitas kamar?
Analisa saya:
- Tamu Indonesia tu suka cuek, sebodo amat, nggak perhatian, nggak peduli sama kolom isian. Di setiap kanal pemesanan tu ada lho kolom jumlah tamu dan jumlah kamar yang diinginkan. Nah itu secara default biasanya terisi ‘1 orang 1 kamar’ atau ‘2 orang 1 kamar’. Kolom inilah yang nggak pernah diatur sama banyak tamu Indonesia karena ya, bodo amat aja gitu. :/
- Tamu memang niat banget menekan biaya menginap. Beberapa kali kejadian, saat saya bilang kapasitas kamar adalah dua orang dewasa (dan satu anak), tamunya melihat ke kamar dan berkomentar, “Kamarnya besar kok, Mbak, cukup kok nggak apa nanti ada yang tidur di bawah.” EBUSEH. Saya cuma bisa menghela napas dan berkata, “Bukan begitu maksudku, Ani..” Wkwkwk.
- Lihat poin nomor dua di bawah.
2. MALAS MEMBACA
Apa ngaruhnya minat baca sama pesan penginapan? BANYAK!!
Bahkan poin ini menjadi poin teratas daftar kelakuan tamu Indonesia yang paling menyebalkan saat saya bertanya ke teman-teman sesama pengurus penginapan.
Seperti kejadian yang saya sebutkan di atas tadi, bagaimana bisa sih tamu memesan satu ranjang di dormitory dan datang berdelapan plus bayi? Ya karena tamunya malas membaca penjelasan/informasi kamar yang dipesannya.
Malas baca house rules, malas baca plang peraturan, malas baca luas dan fasilitas kamar, malas baca penjelasan lokasi, malas baca ini malas baca itu, malas baca lah intinya. Wkwk.
Penginapan saya pernah mendapat rating 2,5 (yang membuat keseluruhan rating jadi anjlok) karena tamu menulis review ‘Nggak jadi menginap tapi disuruh bayar.” Saya cuma geleng-geleng kepala, menarik napas panjang, dan memakai hak jawab saya untuk menjelaskan bahwa kebijakan pembatalan SUDAH TERTULIS JELAS di profil penginapan dan kebijakan ini SUDAH SAYA JELASKAN ULANG sebelum tamu transfer penalti pembatalan. Coba coba, aqutu kurang apa sih, Rencang-rencang?
Seorang teman pengurus hostel pernah emosi jiwa sama tamu Indonesia yang meninggalkan review buruk tentang tempatnya dengan keluhan: air minum harus bayar, makan pagi harus bayar, kamar tidur kecil, kamar mandi di luar, dan beberapa hal lainnya YANG JELAS ditulis di profil penginapannya. Teman saya ini memakai hak jawabnya dengan kalimat pembuka, “Inilah tipikal tamu Indonesia yang malas membaca..” Hahaha.
3. MALAS BERTANYA
Sudahlah malas membaca, ditambah lagi malas bertanya. Combo!
Padahal di zaman saiki, komunikasi sama penginapan tu sudah gampang sekali. Bisa telepon, bisa email, bahkan hampir semua penginapan di Jogja (yang saya kenal pengurusnya) tu membuka kanal Whatsapp untuk media komunikasi dengan tamu. Kurang apa coba? Tapi ya intinya malas bertanya saja sih jadi ya sudah. Hihihi.
Saya menghargai sekali kalau ada tamu yang melihat profil penginapan saya kemudian memutuskan bertanya hal yang masih kurang jelas dari keterangan di situ atau memberitahu hal lain yang sekiranya berpengaruh ke reservasinya dibanding diam-diam saja dan saat saya konfirmasi baru memberitahu ada request ABCD dan ada keadaan lalala lilili diluar reservasinya.
“Mbak, saya bawa mobil. Bisa parkir di dalam nggak ya, Mbak?” (di profil penginapan, saya tidak menuliskan ada lahan parkir).
“Mbak, kami mungkin check in jam 2 pagi. Bisa kan ya, Mbak?”
“Mbak Bulan, kami tu sekeluarga 4 orang. Anak saya dua. Satu usia lima tahun, satu lagi dua tahun. Masih bisa sekamar kan ya, Mbak?”
“Mbak, request kamar yang di lantai atas ya..”
“Mbak, kereta saya nanti berangkat jam 10 malam, saya bisa late check out nggak ya?”
Sederhana, tapi berpengaruh banget ke efektifitas kerja saya dan team – apalagi kalau lagi peak season. Believe me, setiap pengurus penginapan itu akan selalu mengusahakan solusi kalau ada masalah dengan reservasi atau ada kekurangan, cuma kalau tamunya juga tidak menunjukkan itikad untuk bekerjasama dan cuek-cuek saja tau-tau datang dengan segudang permintaan tambahan, izinkanlah kami berucap pelan,
“Ya menurut panjenengan?”
4. MENINGGALKAN PERALATAN MAKAN BEKAS PAKAI DALAM KEADAAN KOTOR
Poin ini adalah curhat teman saya yang punya homestay. Dia kesal banget kalau tamu meninggalkan piring, gelas, peralatan makan bekas pakai tanpa mencucinya; makin sebal kalau ditinggalkannya di dalam kamar. Kenapa? Karena jadi ada semut, katanya.
Saya pribadi, kalau piring dan gelas yang ditinggalkan masih wajar jumlah dan frekuensinya ya nggak apa, saya cuci sendiri saja. Kebetulan anaknya senang nyuci piring. Wkwk. Menjadi agak mengesalkan dan mengkhawatirkan, bagi saya, kalau peralatan makan bekas pakainya itu ditinggalkan di dapur saat malam hari dan saya sudah tidur. Plus, nggak dibilas pula. Dapur Limasan tu di luar, bersinggungan langsung sama taman/kebun/kolam ikan. Kawatir datang tikus aqutu, Rencang-rencang.. Wkwk.
5. MEROKOK DI TOILET/BUANG PUNTUNG ROKOK SEMBARANGAN
Sekali lagi, peraturan sudah terpampang jelas tapi ya tentu nggak dibaca dan nggak mau tahu.
Saya nggak ngerti apa masalah orang yang nekat merokok di dalam kamar mandi (atau bahkan kamar tidur) yang sudah jelas tertulis ‘no smoking’. Apakah karena merasa sudah ada exhaust fan jadi nggak akan ketahuan? Apa malas keluar ke area bebas merokok yang sudah disediakan? Kenapa why pourquoi 왜 gitu loh? Tahukah kalian betapa beratnya menghilangkan bau asap rokok dari ruang tertutup? Belum lagi kalau sprei bolong kena abu rokok. Housekeeping tobat, inventaris boncos. Huhuhu.
6. MASUK KOLAM RENANG PAKAI KAOS DAN CELANA LENGKAP
Ini bukan cuma kejadian di penginapan yagasi? Di mana ada kolam yang bisa diceburi, apapun jenis kolamnya, selalu ada penduduk negara berflower yang nyebur dengan pakaian lengkap.
Kalau bawa anak, makin menjadi! Ibunya nyebur dengan pakaian lengkap, anaknya justru nggak pakai pakaian sama sekali atau dikasih celana dalam berbahan kaos, kemudian Ibunya nyuapin anaknya di pinggir kolam. EAAAAAA… Indonesia negeriku, orangnya lucu-lucu.
*pukpuk teman-teman pengurus penginapan yang punya kolam renang*
7. BERISIK
“Tamu Indonesia tu berisik, apalagi kalau datangnya rombongan. Ngobrol teriak-teriak antar kamar, buka tutup pintu dibanting, ngumpul di ruang komunal dan berisik sendirian atau malah kumpul di kamar (dorm) dan berisik di dalam walaupun sudah lewat jam tenang.” itu curhatan salah satu teman yang punya kamar dorm di penginapannya.”
Tamu Limasan pun ada beberapa yang seperti ini, apalagi kalau bawa anak kecil. Dulu saya terganggu banget pas awal-awal pindah ke Limasan tapi lama-lama ya terbiasa. Kalau masih di bawah jam tenang sih saya biarkan saja kecuali kalau sudah super mengganggu berisiknya sampai tamu lain ada yang mengeluh, baru saya tegur. Hehehe.
8. NGABISIN SARAPAN
Ini cerita teman yang menyediakan sarapan prasmanan di penginapannya, “Tamu Indonesia suka ngambil makanan banyak banget sampai bungkus segala, nggak mikirin tamu lain.”
Hahaha.
Sekarang, beberapa penginapan di Jogja sudah mengubah sistem sarapannya, tidak lagi prasmanan melainkan per menu. Biar sudah pas per orang dapat satu porsi. Wkwk.
Semua aman semua kebagian semua senang.
Saya nggak tahu soal ini karena di Limasan, kami tidak menyediakan sarapan. Dulu pun pas menyediakan, tidak pernah kejadian demikian. Fasilitas sarapan kami hentikan karena pas dijalani, ternyata jadi mubazir karena tamu Limasan hampir semua selalu bangun siang. Hahaha.
Semua tamu Indonesia seperti yang disebutkan di atas? Enggak lah. Di Limasan aja nggak semua poin di atas kejadian. Justru banyak tamu yang menyenangkan dan berakhir jadi teman dibanding yang berkelakuan menyebalkan, alhamdulillah. Ya kalau ada yang menyebalkan si biasanya jadi bahan ghibah saya dan team saja jadinya setelah tamu check out. Wkwkwk. Ini post lelucuan saja, tapi kalau Rencang-rencang pembaca ada yang merasa tersinggung, coba kasih tahu saya, poin nomor berapa sih yang bikin tersinggung? Hihi.
Senyum dulu ah.. 🙂
BACA JUGA:
- Puasa Instagram
- Menginap di Dorm saat Jalan-jalan
- Anak Indonesia Manja di Singapura
Kami (orang tua maksudnya) pernah punya usaha penginapan juga. Apa yang disampaikan di atas benar sekali hahaha. Kelakuan tamu juga macem-macem. Ada yang kelakuannya kayak siska yang e-nya 3 itu dan menggoda security. >.<
Ada yang tiba-tiba ngabur gak bayar (dulu pembayaran boleh saat check out). Ada yang marah karena ditolak nginap karena KTP beda alamat dan keliatan masih kecil, mana datang bawa pacar. Ada yang iseng nanya, "saya pake 2 jam aja, bayar berapa?" macam-macam. 😀 Saking pusingnya, hotelnya dijual.
Huahahahahaha.. “Saya pake 2 jam aja, bayar berapa?” – “Saya hitungkan ya, oke, ini hitungannya, bayar 22 jam saja!!” YEAH!!! Kamar dipakai dua jam, bayar full satu malam!
Rembulan Cuan Soetrisno. Hihihi. Eh btw dulu Mamaku juga punya kos-kosan di Jakarta – sama seperti orangtua kamu, pusing katanya ngurusnya jadi dijual lagi dong. Nggak ada dua tahun deh tu kos-kosan. Wkwk.
Padahal nama hotelnya udah islami. Pegawainya mayoritas pake jilbab. Tapi ada yang tetep usaha mau pake short time :p Kelakuan.
Cari celah doooong. Orang Indonesia kan pintar cari celaaaah. Who knows kan who knows – gitu pikirnya. Hihihi.
Untung aku tak masuk ke delapannya ini hahaha… Sarapan aja cuma kopi doang wkwkwk
Kamu mana pernah sarapan, Pak? Bangunnya aja jam 12 da.. Hihihi.
Mbak’eee.. Duh, kok ya aku relate banget sama poin nomer 6. Aku bukan pengurus penginapan sih, cuma suka berenang di apartemen. Masalahnya apartemenku ini kelas menengah bawah jadi ya segala rupa bentuk orang Indonesia lengkap. Nyebur pada pake baju dan celana lengkap. Belum lagi sama jilbabnya. Mbok yo kalo memang pake jilbab itu modal sithik, beli topi renang yang panjang plus baju renang hijab gitu ya. Ndak mahal kok
Iyaaaa. Dari pakaian lengkap masuk kolam , hijab yang paling mengkawatirkan buatku. Kalau hijabnya model bergo, salah-salah ketarik atau nyangkut itu bisa langsung nyekik. Belum lagi kalau tenggelam dan hijabnya nutupin wajah karena berkibar itu berbahaya sekali. Huhu.
Nama penginapannya apa mba Bulan? ada web-nya?
Limasan 514, Mas. Profil ada di beberapa online travel agent, Facebook Page: Limasan 514, dan Instagram @limasan514. 🙂
singkatnya: ogah rugi
Tadi mau pakai istilah itu tapi setelah aku pikir-pikir, ya siapa juga yang mau rugi di dunia ini? Ndak ado dong. Memang orang seyogyanya ogah rugi semua. Hihihi.
I feel you Kak *online puk puk*
Saran kak, kalau misalnya mau pakai breakfast lagi, pake voucher aja kak, bikin a la carte, daaaan jam breakfast flexibel tapi tidak lebih dari pukul 6 sore misalnya. Kaya seniorku ada punya homestay di Gili T, secara tamunya banyakan tukang party ya, jadi dia bikin lah jam breakfast flexibel kaya gitu
Kalau sistemnya begitu, akunya nggak bisa jalan-jalan, Reeeey. I will forever be bound to stay at home – and yknow that’s not really me kan. LoL.
gw bisa jawab nomor 6.
Itu berawal dari kisah Jaka Tarub yang mencuri selendang bidadari, trus bidadarinya terpaksa jadi istri. Makanya banyak ibu-ibu berenang full dressed supaya ga terpaksa jadi istrinya orang asing yang iseng nyolong bajunya.
Sekian hipotesa gw, walopun kurang bisa diterima akal sehat, paling ngga gw nyoba
Saya hargai percobaanmu, Anak Muda. Wkwkwk.
Bacanya kok ikut kesal, ya, hahaha.
Saya juga sering loh ngamatin kelakuan tamu-tamu kalau pas beberapa kesempatan nginep di hotel/guesthouse/dorm. Macem-macem. Apalagi yang bawa keluarga besar tapi satu kamar ? mbok ya sekalian sewa villa satu rumah gitu kalau misal gak mau pisah kamar. Dan kelakuan-kelakuan ajaib lainnya seperti poin-poin di atas hahaha. Tapi nek dikandani kadang ngeyel, kadang diam, kadang yo nerima. Wkwkwkwk.
Kalau kami kan berempat ngetrip dan menginap, bapak ibu, saya dan adik, selalu berusaha menanyakan apakah ada family room untuk berempat? Atau setidaknya isi tiga orang dengan nambah 1 ekstra bed? Tentu sebelumnya riset dulu di OTA, sangat membantu. Terus kalau misalnya ragu, terutama Ibu, beliau selalu telepon hotelnya langsung, memastikan kapasitas, fasilitas, luas kamar dll. Ya kan mending terbuka dari awal, daripada bikin surprise buat hotel di akhir-akhir hahhaha.
Betul!!! Aku tu ngarep tamu Indonesia in general lebih mau baca dan komunikasi aja. Dua itu dilakukan, duh, sudah cukup membahagiakan. Keterangan sudah ada, nomor yang bisa dihubungi pun ada. Kurang banyak kanal gimana yekan. Hihihi.
Iya, katanya malu bertanya sesat di jalan, huhu