“Kita lanjut, Dek. Mama ingin overland sampai Larantuka. Kupang kalau perlu.” yak, Ibu Ratu telah bertitah, walaupun nggak suka roadtrip juga ya hayuk lah kita laksanakan!! Hihihi.
Kami akhirnya keliling tanah Flores selama 13 hari setelah sebelumnya 3 hari melakukan sailing di Taman Nasional Pulau Komodo. Dalam 13 hari ini, kami melewati 8 kabupaten yang ada di Pulau Flores, jadi beneran dari barat sampai ke timur itu perjalanan. Haha.
Dalam tulisan ini, karena judulnya Overland Flores jadi saya mulai langsung dari pas roadtrip jelajah Flores saja ya, sailing di Taman Nasional Pulau Komodo tidak saya masukkan di sini.
- Hari 1: Labuan Bajo — Dintor
- Hari 2: Dintor — Waerebo
- Hari 3: Waerebo — Dintor — Cancar — Ruteng
- Hari 4: Keliling Ruteng
- Hari 5: Ruteng — Bajawa
- Hari 6: Keliling Bajawa
- Hari 7: Bajawa — Nagekeo — Riung
- Hari 8: Island Hopping Riung
- Hari 9: Riung — Moni
- Hari 10: Moni (Danau Kelimutu) — Maumere
- Hari 11: Keliling Maumere
- Hari 12: Maumere — Larantuka
- Hari 13: Larantuka — Maumere — Jakarta
***
HARI 1: LABUAN BAJO — DINTOR
Kami berangkat santai sekitar pukul 9 dari Labuan Bajo. Perjalanan ke Dintor ditempuh sekitar 4 jam. Kalau mau keliling Labuan Bajo dulu di hari ini sebetulnya bisa. Bisa ke Gua Rangko ATAU Bukit Silvia dan Bukit Amelia. Tapi karena kami sudah ke tempat tersebut di hari sebelumnya, jadi kami langsung saja cuss ke Dintor. Kami makan siang di daerah Lembor. Di Dintor menghabiskan sore santai-santai menikmati angin dan sawah di depan penginapan serta istirahat untuk persiapan trekking keesokan harinya.
HARI 2: DINTOR – WAEREBO
Trekking dimulai! Dari Dintor, kami naik mobil sampai Denge. Dari Denge, lanjut naik ojeg sampai Pos 1. Pos 1 tu pintu masuk trekking menuju Desa Adat Waerebo. Kami trekking santai. Mau istirahat ya istirahat, mau foto-foto dulu ya foto-foto dulu. Pokoknya harus bikin santai, nggak keburu-buru.
Sampai di Waerebo 2,5 jam kemudian, kami disambut kepala adat melalui sebuah ritual penerimaan (semua pengunjung WAJIB melalui ritual ini ya please hormati adat setempat). Setelah itu kami main-main saja di Waerebo sampai hari gelap dan mulai merangkak ke area tidur selepas makan malam. Hihihi.
Kami menginap di Waerebo malam itu. Di salah satu rumah dari tujuh Mbaru Niang yang ada di Waerebo.
HARI 3: WAEREBO — DINTOR — CANCAR — RUTENG
Pagi sekitar pukul 9.30, kami trekking untuk kembali. Sampai Pos 2, hujan turun! Untung sudah siap jas hujan. Hehehe.
Sampai di Pos 1, kami sudah ditunggu ojek yang kemarin mengantar. Sudah janjian sama Abang Ojeknya untuk jemput (padahal saya bilangnya jam 11, eh kami sampai Pos 1 jam 10, Abangnya sudah ada di situ. Puji Tuhan…) dan kami kembali ke Dintor untuk mandi, bersantai, dan makan siang. Makan kali itu spesial!! Dimasakkin ikan 1 ekor OMAGAH YUM!!
Perjalanan dilanjutkan ke Cancar untuk melihat sawah berbentuk sarang laba-laba. Untuk melihatnya, kami harus naik bukit dulu selama lebih kurang 8 menit. Dari atas, sawah Cancar terlihat indah. Menarik sekali filosofi di balik sawah berbentuk sarang laba-laba ini, kapan-kapan saya cerita ya.
Selesai dari Cancar, kami lanjut ke penginapan di Ruteng.
HARI 4: KELILING RUTENG
Di hari ini, kami berkeliling Ruteng saja. Tujuan pertama adalah ke Liang Bua Cave – sebuah gua besar di mana arkeolog menemukan jejak manusia purba Homo Floresiensis. Have you heard of them? Saya baru tahu ada Homo Floresiensis saat ke Liang Bua Museum sebelum ke Liang Bua Cave ini. 😀
Dari Liang Bua Cave, kami lanjut ke Tengkulese Waterfall. Perjalanan menuju air terjun yang ada di daerah Tengkulese (hence the name) ini gila banget! Dari jalan kecil aspal meliuk-liuk (yang kalau ada mobil dari arah sebaliknya tu salah satu harus mundur atau mengatur mobilnya mepeeeet banget sama pinggir jurang), eh tiba-tiba jalan aspalnya bolong gede banget. Lalu di posisi menanjak dan sempit, jalannya berbatu besar-besar. Kemudian tiba-tiba abis jembatan, jalannya blok berlumpur tebal yang kalau nggak ditutup, sudah pasti ban mobil slip!
Sudah begitu saja? O belum!
Masih panjang lah perjalanan ke air terjun yang satu ini, nanti mungkin saya buatkan 1 post sendiri saja! Hahaha.
Selesai mengunjungi Tengkulese Waterfall, kami sempat dijamu Bapak Mili dan keluarga dengan sepiring jagung goreng (iya digoreng, jadinya bukan popcorn loh), kopi, serta daun kacang panjang. Lalu saya diajari cara makannya. Daun kacang panjang ditaruh di atas tangan kemudian kasih garam, lombok (cabe), serta jagung goreng di atasnya. Lalu daun dilipat dan makan!! Rasanya: UNIK!! Videonya bisa dilihat di IGTV Instagram saya @ubermoon. Eh sudah fhallaw belum 😀
HARI 5: RUTENG — BAJAWA
Overland Flores Hari ini kami lanjut dengan berpindah kota, dari Ruteng ke Bajawa. Perjalanan ditempuh kira-kira 5 jam sudah termasuk berhenti di Danau Ranamese dan sebuah rumah makan di pinggir jalan yang menawarkan pemandangan aduhai. Sampai di Bajawa, kami langsung ke So’a Hot Spring di Desa Mengeruda, Bajawa Utara. Saya dan Mama tu suka banget berendam di air hangat gitu, plus, di Flores ni jarang sekali ada jasa pijat, jadi ya berendam air hangat boleh lah untuk sedikit mengobati tubuh yang lelah. Hihihi.
Selesai di So’a Hot Spring, kami ke penginapan. Penginapan kami berada di atas bukit jadi memang perjalanan ke sana ya lumayan lama juga (tapi konon, penginapan ini adalah penginapan dengan view terbaik di Bajawa jadi saya niat banget pesan di sana. Hahaha).
HARI 6: KELILING BAJAWA
Tempat pertama yang kami tuju adalah Desa Adat Megalitik Bena. Sayang saat itu panas sekali jadi saya dan Mama tidak maksimal berkeliling desa adat ini. Plus, di tengah kami jalan-jalan, terdengar suara teriakan ratapan dari salah satu rumah. Ternyata anggota keluarganya ada yang meninggal, terjatuh saat memetik kelapa (katanya). Saat berita ada anggota desa yang meninggal tersebar, warga desa langsung membereskan jemuran kemirinya di depan rumah masing-masing dan bersiap untuk upacara adat penyambutan jenazah. Saya dan Mama pun langsung lanjut ke desa adat berikutnya: Gurusina.
Gurusina berada di kaki gunung. Pemandangan dari arah masuknya wow banget, kayak kampung kecil dengan gunung menjulang tinggi di belakangnya. Beberapa atap alang-alang di Desa Adat Megalitik Gurusina ini terlihat baru, itu karena di tahun 2018, desa adat ini terbakar. Api melahap 27 rumah (dari total 33 rumah yang ada di sana).
Di Desa Adat Megalitik Gurusina, saya menyewa pakaian adat. Sebenarnya, pakaian yang saya pakai itu bukan pakaian yang disewakan sih, benaran pakaian warga yang ada di sana, dipinjamkan untuk saya pakai berkeliling foto-foto. Wkwk. Enak banget pakaiannya untuk dipakai jalan, isis. Hihihi. Setelah dari Gurusina, kami ke Malanage Hot Spring. Iya, banyak hot spring memang di Bajawa ya. Hihihi. Berbeda dengan So’a yang mata air panasnya terlihat, di Malanage tu nggak terlihat asalnya dari mana. Bentuk Malanage Hot Spring sendiri tuh sungai; airnya nggak terlalu panas dan mengalir cukup deras (ya karena sungai gidu). Hihi. Nggak lama kami di Malanage dan kami pulang dulu ke penginapan karena saya ada kerjaan yang harus diselesaikan juga wkwk. Mbalik sik, kerja sik.
Sorenya, kami pergi ke Wolobobo untuk melihat matahari terbenam sekaligus jadi ajang reuni kecil-kecilannya Mama dengan teman-teman Mama di Bajawa (Mama sudah dua kali ke Bajawa sebelumnya, tapi untuk urusan kerja jadi nggak sempat ke mana-mana juga hahahaha).
HARI 7: BAJAWA — NAGEKEO — RIUNG
Perjalanan hari ini tu lucu banget. Kami mau ke Riung yang ada di kabupaten Ngada (sama seperti Bajawa) tapi untuk menuju ke sana, kami harus memutar dulu ke kabupaten Nagekeo! Hahaha gimana coba tu? Ya begitulah pemirsa jika infrastruktur belum merata. Saat itu pilihannya adalah lewat jalan A yang lebih pendek (tidak perlu melewati kabupaten Nagekeo dulu) tapi jalannya rusak parah atau lewat jalan B (yang harus memutar via Nagekeo) tapi jalannya bagus. Lama perjalanannya sama, sama-sama 4-5 jam.
Pak Stephen, supir kami selama overland Flores, memilih pilihan B dan malah sekalian kami bisa berhenti dulu di Rendu Tutubhada — sebuah desa adat dengan bentuk rumah yang berbeda dari yang pernah kami lihat di Waerebo, Bena, atau Gurusina.
HARI 8: ISLAND HOPPING RIUNG
Pukul 7.30, kami sudah dijemput untuk diantar ke dermaga. Hari ini acaranya island hopping!! Riung 17 Pulau adalah sebuah taman nasional di Riung, Ngada. Jumlah pulaunya 17? Sepertinya nggak juga sih haha. Eh tapi nggak tahu kalau pulau-pulau kecil dihitung juga ya mungkin sampai 17. 😀
Kami mengunjungi 4 pulau: Pulau Kalong, Pulau Bakau, Pulau Tiga, dan Pulau Rutong.
Di sore hari, kami ke Watu Mitong. Sebuah bukit yang menawarkan pemandangan caem syahdu merayu dari atasnya.
HARI 9: RIUNG — MONI
Tibalah saatnya kami mencapai Moni. Moni adalah desa terdekat jika ingin trekking melihat matahari terbit di Danau Kelimutu. Danau Kelimutu tu salah satu tempat wisata yang ingin banget saya kunjungi dari beberapa tahun lalu, jadi saya semangat sekali dalam perjalanan ke Moni ini. Hehehe.
Dalam perjalanan dari Riung ke Moni, kami berhenti di beberapa tempat. Yang pertama, di Blue Stone Beach. Menurut saya, pantainya biasa saja walaupun memang menarik mengetahui batu yang berwarna lebih ke hijau itu benaran asli dari alam. Di sepanjang jalan dekat Blue Stone Beach, coba lihat tebing di sebelah kiri deh (kalau dari arah Riung ya), nah di tebing-tebing tersebut ada batu-batu kecil menyembul dengan posisi horizontal dan batu-batunya berwarna biru kehijauan. Melihat posisinya, saya jadi curiga dulu air laut tu setinggi tebing tersebut (yang berarti lebih tinggi dari jalan padahal posisi jalannya ya sudah naik di atas tebing). Kalau benar, wow wow wow wow banget kan!
Juga, kami makan siang di salah satu restoran yang ada di pinggir Blue Stone Beach (yang sayangnya saya lupa namanya) and hands down, salah satu makanan TERENAK yang saya makan selama overland Flores ini. NYAM!!
Setelah dari Blue Stone Beach, kami berhenti di Rumah Pengasingan Soekarno di Ende. Nggak lama kami di sana trus lanjut jalan lagi kali ini berkunjung ke Desa Adat Wologai. Dari desa adat Wologai, baru kami meluncur ke penginapan.
HARI 10: MONI (DANAU KELIMUTU) — MAUMERE
Pagi pukul 4.30 kami berangkat ke Taman Nasional Kelimutu. Agak PR banget tu siap-siapnya karena Moni sedang mati listrik!! Jadi kami bersiap ditemani cahaya lampu senter dari HP. Hihihi. Untuk semua keperluan sudah disiapkan malam harinya, jadi tinggal sak sek sak sek, beres!
Puji Tuhan kami dapat sunrise yang indah sambil melihat Danau Kelimutu. Nggak indahnya hanya karena ada beberapa pengunjung (orang Indonesia!!) yang melanggar aturan melewati pembatas demi bisa foto lebih dekat sama danau dan tanpa kelihatan pembatasnya di foto. Wkwk. Gebleg.
Kembali ke penginapan pukul 7.30, saya dan Mama keasyikan ngobrol dan istirahat sampai-sampai pukul 9.30, Pak Stephen mengingatkan kami untuk bersiap jalan ke Maumere. LHA PADAHAL SAYA BELUM MANDI. Hahaha.
Kami sempatkan mampir ke Pantai Koka untuk makan siang dalam perjalanan ke Maumere. Menurut saya pantai Koka ni biasa aja – kayak pantai di Gunung Kidul malah hehehe, tapi mungkin pendapat ini agak bias karena saya dan Mama sudah sailing di Taman Nasional Komodo dan island hopping di TWAL Riung sebelumnya jadi ketika sampai di Koka Beach, pantai ini ya terlihat biasa saja. Kami sampai di Maumere sudah sore, badan rasanya capek sekali (ya sudah hari ke-10 juga gitu) dan angin bertiup kencang saat itu jadi kami memutuskan istirahat saja di kamar, makan pun pesan dari penginapan. Hehe.
HARI 11: KELILING MAUMERE
Kayaknya karena sudah kecapean juga, di hari ke-11 ini saya bangun dan malas sekali pergi jalan-jalan. Hahaha. Kalau lagi solo traveling sebulan gitu, selalu ada masa-masa seperti ini. Sekian hari saya malas pergi dan ketemu orang, maunya ngendon saja di kamar dan ya memang saya lakukan si kalau pas solo traveling (salah satu keasyikannya solo traveling tu).
Tapi ya kali ini nggak bisa berlaku demikian karena perginya tidak solo (wkwk) jadi tetaplah saya paksakan diri ini pergi juga.
Rencananya kami mau ke Wuring — kampung suku Bajo di Maumere, ke Pantai Kojadoi, dan ke Hutan Bakau, tapi pas baru jalan, kami berubah haluan. Kami ke Desa Sikka dulu untuk melihat gereja tua di sana lalu dalam perjalana ke kota, Mama minta ke dokter dulu karena Mama batuk-batuk, jadilah kami ke Kimia Farma. Hehehe. Lalu hujan! Deras!!
Kami tetap ke Wuring, tapi kami nggak turun dari mobil. Sudah saja cuma numpang lewat kemudian lanjut makan siang dan cari pabrik Cokelat Sikka. Hahaha. Lalu kami pulang dan istirahat. Sore hari, ngobrol-ngobrol sama Bu Susi – host penginapan kami, kami malah jadi beride untuk kembali ke Wuring tapi ke pasarnya. Bu Susi cerita pasar ikan di Wuring tu ramai dan ikannya murah-murah. Dan memang benar! Anjir lah ikan dijual paketan gitu isi 6 atau 7 ekor per paket seharga 20.000 saja! Wow wow wow wow.
Etapi yang saya suka dari Pasar Wuring bukan ikannya si, tapi pisang gorengnya!! Ada satu kedai yang jual pisang goreng yang makannya pakai sambal. Sambalnya beda dengan sambal pisang goreng yang di Makassar atau Manado ya, sambal pisang goreng di Pasar Wuring ini tu asam limau seger gimanaaaa gitu. Ena anet! Hihihi. (Come to think of it, mirip dengan sambal pisang goreng kesukaan saya di Derawan!!)
Malam dihabiskan masak bareng di penginapan. Saya, Mama, Ibu Susi, dan Ibu Marcia masak bareng dan makan di pinggir pantai. Beuh!! Mancing mania!! MANTHAP!!
HARI 12: MAUMERE — LARANTUKA
Larantuka jadi tujuan akhir kami di overland Flores ini. Dengan sampainya kami di Larantuka, sahih lah kami mengarungi 8 kabupaten yang ada di Pulau Flores!
Baik saya maupun Pak Stephen tidak punya banyak referensi tempat wisata di Larantuka. Mama apalagi. Wkwk. Sampai di penginapan (yang lucu banget, kami menginap di boathouse, tapi boathousenya sandar di daratan, di depan rumah! Hahaha), Pak Stephen mengabari ada pemandian air panas di Larantuka ini. Saya dan Mama sudah nggak terlalu semangat si, karena malas bawa pakaian basah pulang esok hari (hahaha) tapi kami pergi saja. Menariknya, saat kami sampai di tempat pemandian air panas itu, seorang perempuan dan seorang laki-laki yang menjaga di depan jujur banget bilang, “Kotor, Bapak (bilangnya ke Pak Stephen soalnya). Karena hujan, jadi kotor. Lihat saja dulu kalau mau.”
Ya ampun jujurnya. Padahal sih pas kami ke dalam dan melihat ya kotor tapi nggak yang kotor coklat kayak warna air sungai di Jakarta gitu. Tetap bening kok, cuma nggak terlalu inviting aja. Hahaha. Plus tiba-tiba hujan lagi (walah) jadi kami gak jadi berendam dan ciao aja. Kami juga nggak jadi ke pantai di Larantuka karena hujan itu tadi maka kami ke pantai dekat penginapan dan jalan santai aja di pantai sambil ngobrol kemudian saya makan Indomie. HEY!!
HARI 13: LARANTUKA — MAUMERE — JAKARTA
Hari ini hari terakhir di Flores! Pesawat kami mundur jadwalnya dari pukul 15.15 jadi 16.25.
Pagi-pagi setelah sarapan, kami jalan dari Larantuka ke Maumere (kami terbang dari Maumere). Perjalanan Larantuka – Mauemere tu lebih kurang 3 jam tapi cuaca lagi indah sekali pagi itu jadi kami berhenti-berhenti.
Berhentinya karena Mama mau ambil daun jambu mede, Mama mau foto sama pohon berbunga kuning, dan Mama mau foto pemandangan sambil beli kopi. Hihihi. Gemes. Lihat kelucuan Mama saya berhenti ambil kemiri lah, foto pohon berdaun kuning lah, ambil daun jambu mede lah (wkwk) di Instastory saya. Ada di highlight FLORES ya!
Sampai di Maumere, tepat pukul 12 siang, saya sudah lapar dan sudah pesan dibuatkan steamboat sama Bu Susi. Hihihi. Kami memang dipersilakan balik oleh Bu Susi, jadi kami makan siang di sana, lalu ke toilet, lalu kenalan dan berbagi cerita dengan Bu Yenny (temannya Bu Susi), ngobrol-ngobrol juga dengan Bu Marcia baru jalan ke bandara. Hahaha. Hati saya full. <3
Jalan-jalan di Flores tu menyenangkan, Lan? Bahkan bagi orang yang nggak suka roadtrip?
Well, bagi saya, yang nggak menyenangkannya tu perjalanan daratnya. Perjalanan dari satu kota ke kota lainnya tu memakan waktu minimal 4 jam dengan jalan yang berkelok membelah gunung (atau paling tidak bukit). Selain itu keadaan jalannya juga wow banget ajep-ajep goyang sana goyang sini. Pokokmen selain jalan Trans Flores, ya sudah jangan harap jalannya bagus. Hahaha. Jarak antara satu kota ke kota lainnya tu nggak jauh-jauh amat lho, kebanyakan kurang dari 200 km (sebagai pembanding, Jakarta – Jogja tu 400an kilometer) tapi karena membelah gunung dan jalanannya rusak, jadilah perjalanannya jadi panjang. Lelah Hayati. Hihihi.
Tapi saya senang mengalami budaya yang berbeda sama budaya saya – padahal satu negara ya.
Saya suka mendengar bahasa yang asing sekali bagi telinga saya – padahal satu negara ya.
Makin sadar, Indonesia tu memang kaya. Satu negara saja bisa beda sekali semua-muanya. Yang sama hanya satu, rasa sayangku padamu.
YHA~ Kok akhirannya gitu?! Wkwk.
Senyum dulu ah.. 🙂
Kontak selama Overland Flores:
1. Bang Cikal: 0812 3993 4743
Bang Cikal yang antar saya dan Mama ke Gua Rangko, Bukit Silvia dan Bukit Amelia, serta Cunca Rami selama kami di Labuan Bajo.
2. Pak Stephen: 0822 4449 9249
Pak Stephen driver kami sepanjang 13 hari Overland Flores. Pak Stephen bisa antar keliling Labuan Bajo juga nggak? Bisa kok. Tapi Pak Stephen ni rumahnya di Bajawa, jadi kalau mau keliling Labuan Bajo SAJA, ya mending sama Bang Cikal yang rumahnya di dekat Cunca Rami.
The best,, ini udah cukup merepresentasikan keindahan flores..
gunung inerie aduuuh cantik bgt itu,, kangen euy…
sejauh ini, menurutku flores ini adalah pulau terindah di Indonesia, setiap jengkalnya adalah keindahan 😀 .. pengen balik ke sana huhu…
-Traveler Paruh Waktu
Ya ampun, aku kok baru baca ada komentar ini. Maapkan. Hahaha. Flores indah dan beragam banget dari ujung barat ke ujung timur beda-beda pemandangannya.
Wah Flores nih, salah satu destinasi saya yang belum tercapai. Terima kasih blog referensinya, saya jadi mendapatkan gambaran ketika saya berkunjung ke Flores
Terima kasih kembali. 🙂
Dari dulu pengen overland Flores tapi belum kesampaian mulu, sedih. Apalagi desa adatnya menarik banget semuanya. Ini sewa mobil kah? Selama 13 hari berapa budget yang dibutuhkan ya? Thanks
Iya ini sewa mobil. Sewa mobil all in Rp800.000/hari (Januari 2020) ya.. Tapi untuk harga terkini, silakan hubungi Pak Stephen. Hehehe.
Baiklah. Kak Bulan resmi jadi Duta Wisata Flores 🙂 hahahaha
Detail dan sangat membantu, terutama untuk tujuan wisata-wisata populer yang bisa kita jangkau.
Jadi kangen Flores 🙂
DUH PENGEN AKU SCREENSHOT DAN PEJENG NI KOMEN! Hahaha..
Wow, perjalanan yang luar biasa. Ingin rasanya ke Flores. Semoga bisa kesana nanti.
Salam kenal, Mbak.
Salam kenal. Terima kasih sudah membaca yaaa..
referensi penginapannya dimana saja mba bee? pa stephen nya untuk penginapan apa sudah termasuk yang all in?
btw konon katanya mobil disana ngebut2 benarkah?
terimakasih
Ah ide bagus. Nanti aku buatkan kompilasi penginapan yang aku tempati kemarin ya. “Pak Stephennya untuk penginapan” ni maksudnya biaya inap Pak Stephennya ya? Fee untuk Pak Stephen sudah termasuk biaya inapnya. Banyak hotel sudah punya standar kamar untuk supir menginap gitu. Mobil mengebut nggak juga sih. Pak Stephen nyetirnya masih oke oce untuk aku dan Mama. Kami masih bisa tidur santai di jalan kok. Hihihi.