3 Hari Jalan-jalan di Daegu, Ke Mana Saja?

11Musim Gugur di Daegu

“Daegu might be disappointing, though.”
“Why would you go to Daegu? There’s nothing there.”

Pendapat dua teman saya yang orang Korea itu membuat saya mempertanyakan ulang rencana saya berkunjung ke kota metropolitan terbesar keempat di Korea Selatan ini.

Tapi akhirnya, saya tetap dengan pendirian saya.
Saya akan ke Daegu!

Why?

Because ini kan my trip my adventure ya terserah saya dong mau ke mana juga. Hahahaha.

Mau muntah nggak baca saya ngetik ‘my trip my adventure’, Rencang-rencang? Wkwk.

***

Saya tahu tentang Daegu dari nonton beberapa video Youtube saat mencari cara menuju Gyeongju dari Sokcho. Karena tidak bisa langsung, maka dari Sokcho, saya harus ke kota A dulu sebelum ke Gyeongju. Ada beberapa pilihan kota A tersebut, salah satunya: Daegu.

Saya hanya menghabiskan dua hari full di Daegu dan setengah hari tambahan sebelum ciao ke Gyeongju. Hari-hari di Daegu saya jalani dengan santai banget; nggak ada yang mengejar dan dikejar jadi saya pergi sesuka langkah kaki saya melangkah saja. Nggak ada target, karena saya tahu pasti saya akan kembali ke kota ini. Hihihi.

Jadi, tiga hari jalan-jalan di Daegu bisa ke mana saja?

Banyak sebetulnya. Ini karena saya jalan santai dan nggak ngoyo saja jadi hanya sedikit tempat yang saya kunjungi. Tapi ya buat apa ngoyo kalau bisa santai penuh perhitungan yekan. Hidup ngoyo tu melelahkan lho.

  1. KEIMYUNG UNIVERSITY

    Banyak yang bertanya ngapain ke Keimyung University (selain bernostalgia drama Korea Love Rain)? Well, saya ke kampus ini malah nggak tahu itu tempat shooting drama Korea Love Rain, saya ke sana karena mau cari perpustakaan dan perpustakaan kotanya tidak terlihat menarik dari tampilan foto di GMaps. Hihihi.

    Tapi selain bernostalgia dan ke perpustakaan, Keimyung University ini menyenangkan untuk jadi tempat duduk-duduk – not to mention, berfoto. Gedung di komplek universitas ini berbeda tampilan satu dengan yang lain dan semuanya bagus-bagus, megah-megah.

    Di Keimyung Art Center juga suka ada pagelaran drama musikal gitu. Bisa beli tiket dan nonton; tapi kalau nggak bisa bahasa Korea ya banyak-banyak istighfar saja karena sebagian besar pagelaran di sana memakai bahasa Korea full. Hihihi.

    Keimyung University Art Center Daegu
    Keimyung University Art Center Daegu
    Universitas di Daegu
    Universitas di Daegu

    Depan Perpustakaan Keimyung University
    Kerja di Keimyung University Daegu
  2. KIM KWANG SEOK ROAD

    Saya nggak tahu siapa Kim Kwang Seok ini sebelumnya tapi jalan dengan namanya ini sepertinya jadi ‘the road to visit in Daegu’ maka saya sempatkanlah Googling dulu siapa ia. Hehehe.

    Kim Kwang Seok adalah penyanyi dan penulis lagu beraliran folk rock yang melegenda. Saya sempatkan mendengar lagu dan menikmati musiknya saat berjalan ke Kim Kwang Seok Road dan saya suka! Lagunya penuh jiwa. Lebih terdengar seperti folk balad bagi telinga saya tapi kata Wikipedia folk rock jadi ya baiklah, folk rock it is. Hehe.

    Membaca biografi elektroniknya, saya cukup terhenyak. Kim Kwang Seok ini meninggal karena bunuh diri di usia 31 tahun. 🙁 So sad. Setelah tahu tentang cerita hidupnya, lagu yang saya dengarkan lebih terdengar seperti rintihan depresi daripada balada cinta. 🙁
    Kim Kwang Seok Story House
    Kim Kwang Seok Road
    Kim Kwang Seok Memorabilia

  3. SEOMUN MARKET

    Seomun Market adalah sebuah pasar tradisional yang sangat besar. Isinya palugada! Apa lu mau, gue ada. Hahaha. Dari mulai penjual baju (level pinggir jalan sampai level butik), penjual kaos kaki, penjual alat sulam, penjual kain sekaligus penjahit hanbok, penjual tteokbokki, guksu, buah-buahan, sampai ikan asin semua ada, kumpul di Seomun Market!

    Areanya yang luas dan beragamnya barang dagangan di Seomun Market mengingatkan saya sama Chatuchak Market di Bangkok. Suasananya pun mirip.

    Jalan di Seomun Market itu besar kemungkinan nyasar. Saya masuk dari Poin A, pas mau balik sudah nggak bisa menemukan Poin A itu, jadilah keluar dari Poin B. Hahaha. Padahal saya jarang sekali nyasar loh.

    Dari kejadian nyasar ini maka saya punya tips jalan di Seomun Market: Kalau melihat sesuatu hal yang disuka, jangan berpikir, “Lihat yang lain dulu deh, kalau nanti sukanya sama yang ini ya tinggal balik lagi.”JANGAN!!

    Karena menemukan tempat di mana barang yang disuka itu berada tidak semudah itu, Esperanza! Jadi kalau lihat ada yang lucu dan hati sudah lima puluh persen jatuh, LANGSUNG HABEK saja!! Hihihi.

    PS: Nggak ada foto di Seomun Market, Neng Bulan sibuk makan belanja makan belanja nyasar soalnya. Hahaha.

  4. GYESAN CATHEDRAL

    Saya suka gereja katolik so it only makes sense I pay a visit to one on the trip. Selain itu, Gyesan Cathedral ini juga cantik (dari luar). Hihihi.

    Kenapa saya bilang dari luar? Karena entah bagaimana, bagian dalamnya terasa agak spooky. Mungkin ini satu-satunya gereja yang punya aura kurang nyaman (buat saya) dan membuat saya keluar setelah berada di dalam kurang dari sepuluh menit! Hihihi.

    Tapi dari luar, Gyesan Cathedral ini cantik, tinggi menjulang bergaya gotik.
    I mean the style, not the Zaskia.

    Gereja di Daegu

  5. CHEONGNA HILL

    Saya nggak sengaja melewati tempat ini saat menuju Gyesan Cathedral dari Seomun Market. Cheongna Hill, sesuai namanya, berada di bukit. Tapi jangan bayangkan bukit yang tinggi banget gitu, Cheongna Hill masih bisa banget dicapai jalan kaki santai dari bawah.

    Dari tangga di Cheongna Hill, kita bisa melihat pemandangan Gyesan Cathedral dan sekitarnya.

    Cheongna Hill ini area di mana kekristenan dimulai di Daegu, di dalam komplek Cheongna Hill ada Medical & Missionary Museum dan Education & History Museum. Semua museumnya tidak ada yang saya masuki karena, IDK, they looked intimidating. HAHAHA.

    Dan, di luar museumnya (masih di dalam komplek) ada kuburannya. Aura pekuburan ini WA WA WA gitu lah pokoknya. Hahaha. Tatuuutt.. #BulanSiAnakCemen #takutsamaWAWAWA

    Taman di Daegu
    Ini bukan foto di Cheongna Hill! Nggak berani foto di Cheongna Hill takut WAWAWA ikut!
  6. GYEONGSANG-GAMYEONG PARK

    Saya suka taman, jadi kalau pergi-pergi – apalagi sendirian – saya selalu menyempatkan pergi ke taman di kota yang saya kunjungi dan duduk-duduk menikmati suasana. Begitu pun pas ke Daegu.

    Gyeongsang-gamyeong Park ini adanya di tengah kota, kebetulan juga nggak terlalu jauh dari penginapan saya – sekitar 4,5 km saja dan saya jalan kaki ke sana. Hihihi. Berada di taman ini membuat saya bahagia. I can spend hours sitting on the bench there, doing people (and birds) watching!

    Di dalam Gyeongsang-gamyeong Park ada Seonhwadang Hall (kantor gubernur zaman dulu), Jingcheonggak Pavilion (rumah gubernur saat itu), dan beberapa monumen pencapaian gubernur. Baik Seonhwadang Hall dan Jingcheonggak Pavilion tidak bisa dimasuki, tapi bisa dilihat dari luar. Dari melihat bangunan-bangunan di Gyeongsang-gamyeong Park ini, saya jadi bisa tahu gaya bangunan dinasti Jeoseon. Particular sekali detilnya.

    Gyeongsang-gamyeong Park Daegu

  7. GUKCHAE-BOSANG MEMORIAL PARK

    Saya tertarik ke Gukchae-bosang Memorial Park setelah mendengar cerita sejarah kepahlawanan masyarakat Korea Selatan dari guru bahasa Korea saya.

    Alkisah, di tahun 1997, Korea Selatan mengalami krisis moneter.

    Nilai mata uang won kala itu terjun bebas. Bisnis banyak yang bangkrut. Beberapa bank kolaps; yang bertahan pun mati-matian menjaga stabilitas keuangannya. Investor asing mencabut investasi dalam negeri, ratusan orang kehilangan pekerjaan. Satu-satunya jalan keluar, saat itu, Korea Selatan mengambil bantuan dari IMF. Bantuan diberikan sebesar 58 milyar USD dengan beberapa persyaratan yang harus dilakukan.

    Tapi apa yang hebat dari cerita itu? Yang hebat adalah bantuan sebesar itu bisa dikembalikan di tahun 2001 (4 tahun setelah krisis, 3 tahun lebih cepat dari jadwal pengembalian) dengan bantuan dan usaha, tidak hanya pemerintah Korea Selatan, tapi juga segenap rakyat Korea Selatan! Bagaimana bisa? Nah itu! Korea Selatan punya satu gerakan hebat yang disebut Love Trade. Love Trade ini, bermula dari gerakan yang sama di tahun 1907 bernama National Debt Repayment Movement. Nah di Gukchae-bosang Memorial Park ini ada National Debt Redemption Movement Memorial Hall. Memorial Hall ini kaya museum gitu; isinya diorama dan video tentang apa itu gerakan kepahlawanan masyakarat Korea dan bagaimana gerakan ini membantu negara keluar dari keterpurukan krisis keuangan.

    Saya nggak akan ceritakan tentang petikan sejarah yang saya dapat dari berkunjung ke National Debt Redemption Movement Memorial Hall di sini, tapi banyak yang bisa dipelajari dari bagian sejarah Korea Selatan ini. Sesedikitnya, saya jadi lebih tahu tentang penerapan arti nasionalisme. Kagum sekali sama bangsa Korea Selatan jadinya – dan semakin berkurang kagumnya sama bangsa Jepang, but anyway, hahaha.

    Saya suka satu kalimat yang tertera di bagian depan buku panduan museum:

    We, People, take responsibility.

    Wow. Singkat namun wow.

    Pola pikir yang menyadarkan saya bahwa sebuah negara bisa berjalan baik tidak hanya karena pemerintahnya melainkan juga karena dukungan segenap rakyatnya. Merinding aqutu, Geng, kalau mengingat bagian sejarah Korea Selatan yang ini.

    Gukchae Bosang Memorial Park Daegu
    Red Autumn in Daegu

Ditulis begini, saya jadi sadar ternyata nggak terlalu sedikit juga ya tempat yang saya kunjungi selama tiga hari saya di Daegu . Ini belum termasuk daerah Dongseongno yang saya kunjungi setiap hari karena itu tempat penginapan saya berada.

Dongseongno terkenal sebagai area belanja di Daegu. Di atas tanah, ada banyak sekali toko dan kafe dari mulai toko stocking, toko alat rumah tangga, toko produk kecantikan, kedai kopi lokal, sampai resto khusus. Daiso, Lotte, Olive Young, Starbucks, Ediya Coffee, lengkap ada di Dongseongno. Di bawah tanah, ada Daehyun Primall – mall (tersambung ke subway station) sepanjang 400 meter yang isinya toko baju, toko makanan, aksesoris, sampai studio foto – and yes, posisinya persis di bawah tanah jalan besar di Dongseongno. Keluarannya saja sampai lebih 20 pintu. Hihihi.

Daegu menyenangkan nggak?

Bagi saya menyenangkan! Jadi salah satu kota favorit saya di Korea Selatan malah. Kotanya metropolitan, semua ada, transportasi subway tersedia, tapi dalam skala lebih kecil jadi terasa lebih hangat, nggak kota besar banget gitu. Subwaynya hanya tiga jalur btw. Hihi.

 

I’m glad I didn’t listen to what my friends said and went with my gut about Daegu. Kalau nggak, jadi nggak tahu tentang kota ini.

Memang ya, kadang, kita harus lebih percaya gut kita. Mendengarkan saran orang boleh, tapi tetaplah ambil keputusan akhir sendiri. Toh ini perjalanan kita.

Kan.. MY TRIIIPPPPPP.. MY ADVENTUUUREEEE…
*oke, sekarang kalian boleh pergi dan menutup laman ini*

Hihihi.

Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

9 Responses
  1. Kak Bul, sebagai orang yang memang suka berkelana dan apalagi punya minat khusus (seperti, menjelajah kota), maka sebaiknya memang jangan terlalu memikirkan perkataan orang, apalagi warga lokalnya. Well, of course buat mereka kotanya biasa-biasa saja ?
    Aku memandang selalu ada yang menarik di setiap kota. Kecuali perpustakaan, tempat-tempat di atas adalah tempat-tempat yang biasanya akan aku kunjungi dalam sebuah kota: taman, jalan populer, kawasan belanja, kawasan nongkrong, tempat ibadah, dsb. Apalagi kalau ada subway atau metro atau semacamnya. I always love a city with a metro! Banyak hal yang bisa kulihat, kuamati, dan kupelajari dari sebuah metro system.
    Yes, aku percaya sebuah negara bisa berhasil menjadi sebuah negara maju karena masyarakatnya mau bekerjasama dengan pemerintah. Kalau menurutku, sebagian masyarakat Indonesia masih memandang pemerintah secara negatif. Mungkin karena pengalaman dengan pemerintah-pemerintah sebelumnya yang korup, mungkin juga karena pengaruh penjajahan kolonial. Pemerintah masih sering dianggap sebagai “penguasa” yang bisanya cuma mengambil hak dan ngasih hukuman, bukan pemimpin yang sedang bekerja menjalankan negara. Ah, bakal panjang sih kalau membahas ini, haha.
    Nice post, kak.

    1. Tapi dua temanku yang bilang itu bukan warga ‘lokal’ Daegu sih. Yang satu dari Seoul, yang satu dari Chuncheon.
      Aku malah mikirnya, dalam semua hal yang mau kita lakukan, kita harus dengerin kata orang. Dengerin aja, untuk tambahan insight, tapi keputusan akhir ya tetap ada di kita. Hehehe.

      1. Oh iya bener buat kasih masukan, kak. Aku tadi cuma concern ke omongan yang “Di sana nggak ada apa-apa”, bukan ke semua hal. Kalo nggak mau dengerin omongan orang di segala hal itu namanya keras kepala dan nggak mau belajar ???

Leave a Reply