“Kereta saya sampai tengah malam, Mas. Bisa langsung dijemput di stasiun lalu langsung ke Ijen?” tanya saya di percakapan whatsapp dengan Mas Franky dari Mbolang Banyuwangi.
Saat itu sudah kurang dari seminggu sebelum hari keberangkatan saya ke Malang untuk memulai solo trip Jawa Timur. Dari Malang, saya baru akan ke Banyuwangi. Nggak terlalu panjang trip Jawa Timurnya, hanya satu minggu, dan karena saya sendirian, jadi saya mencanangkan dari awal bahwa ini trip akan jadi trip asikin saja. Saya mau jalan santai, nggak mau ribet pokoknya.
Mbolang Banyuwangi ini salah satu penyedia jasa ojek wisata di Banyuwangi.
Ojek wisata tu apa sih?
Ojek wisata adalah jawaban bagi kebutuhan solo traveler kiyut yang ingin kepraktisan saat jalan-jalan dan belum berani nyetir motor di luar kota (baca: saya). HAHAHA. Tapi serius, Geng, menurut saya, ide soal ojek wisata ini bagus banget. Solo traveling kalau naik mobil sewaan ke mana-mana itu PR sekali. Sudahlah capek nyetir, biayanya mahal, susah cari parkir pula (nyaw!). Naik angkutan umum itu pilihan asyik sebenarnya tapi di situasi dan kondisi tertentu (misalnya saya yang baru akan sampai di Banyuwangi tengah malam) ya naik angkutan umum tidak menjadi pilihan yang praktis – nggak ada soalnya. Wkwk. Dan, pengalaman naik angkutan umum full saat ke Bromo itu agak menghabiskan waktu, menurut saya.
Nah kalau ada pilihan transportasi privat, naik motor (karena sendirian ngapain naik mobil sik), bisa antar jemput di tempat dan waktu sesuai perjanjian, dengan harga jasa yang masih masuk akal, itu kan asyik.
“Mbak Bulan sudah di kereta? Nanti turunnya di Stasiun Karangasem ya Mbak, bukan di Stasiun Banyuwangi. Saya menunggu dekat pintu keluar.”, Mas Galuh – driver Mbolang Banyuwangi yang akan menemani saya memberi kabar.
Kereta saya sampai lebih lambat sekitar sepuluh menit. Kalau dari nama-nama stasiun di dinding, harusnya masih ada dua apa tiga stasiun lagi sebelum sampai Stasiun Karangasem, lha tapi kok anak-anak muda beransel di dalam gerbong sudah pada siap-siap semua ya. Saya YOLO. Wkwkwk.
“Mas, setelah ini belum Stasiun Karangasem kan?” tanya saya ke Mas-mas di depan.
“Sudah, Mbak. Setelah ini Karangasem langsung.” jawabnya.
WOH!!
“Ranselnya yang kuning ini, Mbak?” tanya Mas-mas berwajah manis di samping sambil menunjuk tas ransel saya yang saya taruh di kabin atas kepalanya. “Eh, iya, Mas. Hehehe. Terima kasih, Mas.” jawab saya sambil mengambil tas ransel dari tangannya. Tangan kami bersentuhan. Masnya tersenyum, “Iya, sama-sama.”
Sudah begitu doang scenenya. Nggak ada kelanjutannya. Maaf, harapan kalian akan skenario FTV di dunia nyata “Jodohku Ketemu di Kereta” harus patah. Wkwk.
Tanah basah sisa hujan saat saya keluar Stasiun Karangasem. Tepat di depan pintu keluar, Mas Galuh dan Mas Wasis sudah menjemput.
Eh, kok kenapa dua orang?
KARENA NGANU, GENG, SAYA BUKAN CUMA MINTA OJEK TAPI JUGA GUIDE UNTUK NAIK IJEN! Hahaha. Jadi, ojeknya: Mas Galuh, guide yang akan menemani saya naik Ijen: Mas Wasis. Ya gimana ya, namanya juga Princess Rembulan Ikan Indira. Solo traveling, dia kata, tapi naik Ijen aja dayang-dayangnya dua. Hihihi.
Sekitar jam 1 pagi, kami bertiga menembus gelapnya jalan untuk menuju Paltuding – titik awal naik ke Ijen. Sampai di Paltuding, kami sempatkan minum teh jahe untuk menghangatkan badan. Sekitar jam 2 pagi, terdengarlah suara musik. Saya pikir itu apaan, kenapa ujug-ujug ada suara musik pop berkumandang?! Lha ternyata itu tanda loket naik ke Ijen sudah dibuka. HAHAHA. Lucu amat tandanya pakai musik!
Panjang trek dari Paltuding hingga ke Kawah Ijen itu 3,6km. Karena itu kali pertama saya ke Ijen jadi saya nggak bisa bandingin keadaan Ijen sekarang dan dulu; tapi dari komentar teman-teman di post Instagram saya, sepertinya keadaan trek Ijen sekarang sudah jauh lebih baik (not to mention: lebih aman) dibanding dulu.
Trek awalnya tanah padat, yang alhamdulillahnya nggak licin walaupun habis hujan. Di beberapa bagian, tanahnya berpasir. Setengah perjalanan, treknya nanjak terus nggak selesai-selesai! Wkwk. Tapi nggak parah kok. Saya bilang sama Mas Wasis saya mau jalan santai dan nggak buru-buru ngejar apapun. Nggak ngejar sunrise, nggak ngejar bluefire, jadi ya selow aja nanjaknya. Yang penting jalannya maju. Hihi.
Oh, trus ya, saya tu masuk angin. Perut saya kembung, jadi sepanjang mendaki, saya sempat berhenti beberapa kali untuk… TEBAK APAH!!
KENTUT!!
HAHAHA.
Udah gitu Mas Wasis ya! Komedi banget! Setiap saya bilang mau kentut, dia langsung berhenti dan senterin jalan ke depan maupun ke belakang kami. Saya kira ngapain, eh trus dia bilang, “Oke, Mbak. Aman!! Bisa kentut sekarang!!” Ya Allah, yang ada saya jadi ngakak, nggak jadi kentut. MUAHAHAHA.
Untuk yang merasa nggak kuat naik, ada pilihan moda lain yang bisa dicoba: becak! Iya, ada becak di Ijen. Becaknya berbentuk troli pendek gitu dan penumpangnya duduk di tengah troli itu. Beberapa becak menyediakan selimut segala untuk penumpangnya. Becak ditarik dua orang di depan dan didorong satu orang di belakang. Banyak ya. Iya, soalnya kan treknya naik terus dengan kemiringan yang lumayan ekstrem, Geng, mana kuat kalau cuma ditarik 1 – 2 orang. Huks..
Sambil menanjak dan melihat becak yang seliweran, saya kepikiran satu hal.
Narasi tentang Ijen itu banyak tentang kehidupan penambang di sana yang ‘digambarkan’ kasihan. Pekerjaannya berat, harus mendaki di pagi buta, memanggul 80 kilogram batu bolak balik naik turun trek ekstrem dengan udara penuh bau belerang (yang serius perih banget di mata dan membuat napas sesak) untuk pendapatan yang seadanya.
Nah lalu, kira-kira setahun lalu ada wacana pembangunan cable car untuk wisatawan ke Ijen. Dan walaupun saya tidak menolak ide adanya cable car tersebut, tapi saya merasa lucu saja; kok kepikiran awalnya soal pariwisata doang (membangun cable car untuk wisatawan) tapi bukan kesejahteraaan penambang yang notabene ke sana hampir setiap hari.
Daripada cable car untuk wisatawan, apa nggak baiknya dibangun kereta gondola (apa deh namanya itu yang kayak lori, pakai rel gitu) untuk membantu penambang membawa hasil tambangnya ke luar.
Mau dibikin saling bersinergi? Lorinya bisa dipakai sama wisatawan (dengan perhitungan tingkat keamanan dan atau perubahan desain) di hari-hari atau jam-jam tertentu. Gitu ga siiii?
Baik, sekian sambatnya. Kembali ke cerita perjalanan naik Ijen bersama ojek wisata Banyuwangi. Wkwk.
Sekitar setengah perjalanan, ada pos perhentian namanya Pondok Bunder. Nah kalau sudah sampai Pondok Bunder, bernapas lega lah, karena trek setelahnya lebih manusiawi, nggak cuma nanjak saja tapi ada landainya juga. Selain itu, di Pondok Bunder juga ada warung dan toilet. Pas banget kalau mau santai-santai menikmati Indomie rebus dulu. Dari Pondok Bunder ke Kawah Ijen perjalanan sudah tidak terlalu jauh lagi.
Saya dan Mas Wasis sampai di Kawah Ijen sekitar pukul 3 pagi, lalu turun untuk melihat Bluefire. Jalan turunnya: ASTAGFIRULLAH..
*nyanyi* cukup sekali ~ aku merasa ~
Adik-adik, ini dinyanyikan dengan nada Kegagalan Cinta by Rhoma Irama ya.
Gila itu jalan turunnya sudahlah miringnya ekstrem, gelap, berbatu tajam, nggak ada pengamannya pula. Adu adu itu salah pijak sudah langsung innalillahi.. Huhuhu. Sudah melewati jalan yang susah, pas lihat bluefirenya: MEN!!! KENAPA BEDA BANGET SAMA YANG DI FOTO-FOTO?!
Wkwkwkwk.
Monmaap saya norak. Kan memang baru sekali itu lihat bluefire, nah kalau lihat foto bluefire di media itu kan kayak gede banget dan menyala-nyala magis gitu ya apinya. Aslinya ya Allah, Geng, macam blue gas aja udah secuprit doangan biru-biru terbang tertiup angin. Wkwkwk. Bluefirenya secuplik, asapnya segede bagong. Ketutup lah. Hahaha. Mana seperti yang saya tuliskan di atas, bau belerangnya tu pungent banget, saya sudah pakai masker yang full saja tetap masuk bau belerangnya. Dan kalau pas angin lagi mengarah ke saya, beuuuuh, mata mengerjap-kerjap kepedihan. Huhu. Berat.
Kayak menahan rindu.
*halah Bulan*
Sekitar pukul 5, saya dan Mas Wasis sudah sampai Paltuding lagi. Istirahat sebentar dan perjalanan kami pun dilanjutkan ke Air Terjun Jagir!
Air Terjun Jagir ada di Dusun Krajan, Kampung Anyar; termasuk bagian Lereng Ijen sehingga pas dilewati kalau mau kembali ke kota dari Ijen. Dalam perjalanan ke Air Terjun Jagir, astagfirullah saya ngantuk banget, Geng. Perpaduan antara nggak bisa tidur selama dalam perjalanan Malang – Banyuwangi dan capek abis naik Ijen, saya sampai nggak mampu nahan kepala dan mata. Kepala saya gliyer-gliyer dan beberapa kali saya merasa ‘fly’ kayak jiwa saya sudah mulai melepaskan diri karena mau istirahat gitu. Mata menutup susah banget dibukanya.
Mas Galuh yang menyetiri saya bisa merasakan saya ngantuk di belakang. Dari mulai, “Mbak.. Mbak Bulan ngantuk?” sampai akhirnya ngajak ngobrol terus sepanjang perjalanan biar saya on. Hahaha. Bersyukur banget naik ojek wisata deh. Nggak kebayang kalau saya harus nyetir sendiri sesudah turun Ijen kemarin.
PS: Akhirnya, saya sempat tidur di bale-bale warung depan pintu masuk air terjun. Seriously beneran tidur! Padahal itu posisinya di pinggir jalan banget. Hahahaha. Jadi kalau ada warga Kampung Anyar yang waktu itu lihat seonggok tubuh tiduran di bale-bale depan Air Terjun Jagir, haeee… Itu saya. Wkwk.
Setelah dari Air Terjun Jagir, saya juga minta lanjut makan siang di Pondok Indah Banyuwangi (bukan Pondok Indah Pondok Indah atau Pondok Indah Puri Indah ya – joke khusus anak Jakbar).
Selesai makan siang sekitar pukul 11.00, baru deh Mas Galuh dan Mas Wasis mengantar saya ke penginapan.
Saya bahagia dan puas kelilingan satu hari pakai ojek wisata Banyuwangi ini. A really good and practical option for a solo traveler. Kalau ada ojeg wisata di banyak daerah di Indonesia, duh tiap bulan solo trip asheek nih.
CAELAH GAYA BAT. Hihihi.
Senyum dulu ah.. 🙂
Mbolang Banyuwangi:
– Whatsapp to +62813 5705 4740
– Call to +62851 0142 6990
Setelah Mas Franky baca post ini, Beliau kasih info lagi bahwa ternyata ada grup ojek wisata di Indonesia namanya Trijek Indonesia. Whaaaaa.. MENARIQUE YHAAAAA…
BACA JUGA:
- Tiga Jajanan Pasar Atom Surabaya
- Roadtrip Malang Jogja Bersama Anak
- Taman Nasional Baluran
9 thoughts on “Ke Ijen Bersama Ojek Wisata Banyuwangi”
Ahh dari dulu keinginan buat solo ke Ijen selalu ragu soalnya takut kalo jalannya susah. Meski nggak meremehkan, tampaknya sih nggak sesusah yang dibayangkan. Hihihi.
Eh bener banget, ada ojek wisata ini kayaknya pas buat di Banyuwangi. Dan beberapa kota di Indonesia. Mungkin jogja juga. Soalnya tempat wisatanya kan pada terpencil gitu mblusuk dan jauh dari pusat kota. PR kalo sewa motor harus bisa baca peta, sementara kalo naik kendaraan umum, ya halo anda mau ke pantai di Gunungkidul yang kece banget itu naik kendaraan umum? Mana adaaa.. Ada sih tapi susyah banget wkwk
Aku juga kemarin keitung nekat si, Mas. Gak caritau dl, tp jg nggak ambisius. Hihi.
Di Jogja ada ojek wisata jugaaaa.. More like tur pakai motor gitu sih, tapi konsepnya sama. Hihi.
wahhhh asik juga ya ada ojek wisata gini, terima kasih infonya kakak incess!!
Iyesss.. Untuk yang suka ngebolang sendiri kayak kita berguna banget ya Dit. Hihi. Sama-sama!
terimakasih kka atas informasinya, ada rencana akhir juni akan ke solo untuk penikahahan sahabat, bakal jadi ide destinasi untuk extendnya cuti agar lebih berfaedah
Yeehaaaa!! Eh tapi dari Solo ke Banyuwangi lumayan lho perjalanannya. Kalau naik kereta harus ke Jogja dulu kayaknya ya.
Sayang sekarang musim hujan, bluefire sangat susah ditemui.
Mbak Bulan keren nih perjalanan travelingnya ke Kawah Ijen. Pengen banget aku ke Kawah Ijen tapi belum kesampaian juga. Jadi aku nonton film Jilbab Traveler Love Sparks in Korea aja yang ada adegan saat Rania berwisata ke Kawah Ijen sambil berdo’a supaya aku bisa juga ke Kawah Ijen suatu hari nanti.
Awww.. You’re too nice. Aku doakan kamu bisa secepatnya berkunjung ke Kawah Ijen yaaa, lalu keliling Lereng Ijen menikmati alam yang indah sekali. <3