Kemping Menakutkan di Pulau M

15
Apa rasanya berkemah ditemani makhluk lainnya?
Biasa?
Kalau makhluk halus?
Kuntilanak?
Genderuwo?
Dan nenek tua tanpa kepala yang memakai kebaya?
*Huaaaaa.. Merinding lagi*
:'(

Beberapa minggu lalu, saya dan teman-teman Cukstaww berkemah di Pulau M, bagian dari Kepulauan Seribu.

Saat kapal kami merapat di Dermaga Pulau M, terlihat lah pulau yang bersih, sepi, dan lapang. Melihat tanah lapang tepat di pinggir dermaga, saya berujar, ‘Di sini saja bangun tendanya,’, tapi kemudian penjaga pulau mengatakan tidak boleh membangun tenda di situ karena itu adalah jalan yang dilalui orang. Logis.

Maka tenda pun dibangun di belakang tanah lapang tersebut. Saya satu tenda dengan Uni Deedee dan Kamikih. Saya pribadi yang memilih spot tenda kami; di bawah naungan pohon besar yang ada di bagian belakang tanah lapang. Sepertinya nyaman. 🙂 Semua pun sibuk membangun tenda. Total enam tenda yang harus dibangun termasuk satu tenda super tinggi dan besar dengan dua kamar untuk manusia-manusia berukuran bule (baca: Mbak Astrid dan Mas Bule). Hihihi.

Tenda selesai dibangun, kami pun berganti baju renang dan bikini dan berangkat lagi untuk snorkeling. Saat kembali, hari sudah agak senja. Saya dan Mbak Nyanyu memutuskan ke bagian belakang pulau untuk melihat matahari terbenam. Di bagian belakang pulau, kami baru tahu ternyata ada satu grup lain yang juga berkemah. Selesai main-main dan foto-foto, kami pun menyusuri pinggir pulau untuk kembali ke tanah lapang kami. Dan dari sini, perasaan sudah mulai agak …. mmmm …. aneh?

Tidak biasanya saya dan Mbak Nyanyu diam-diaman. Ini jalan beberapa langkah, rasanya wagu, aneh. Kok pulau ini sepi sekali ya? Terlalu sepi sampai kami takut untuk menggerakkan bibir. Saya berusaha melucu dan mencairkan suasana, tapi tetap saja. Sepertinya kemagisan pulau ini sudah mengokupasi daya tawa dan ide bicara kami hingga kami diam lagi.

Sesampainya kami di tanah lapang, kami pun langsung mandi di sumur terdekat. Kami mandi berlima atau berenam. Dan sepanjang mandi, saya merasa ada yang melihat ke arah kami, tapi entah kenapa wajah saya berat untuk dipalingkan dan melihat ke arah lain selain …. sumur tempat kami mengambil air. GLEK!

Acara dilanjutkan dengan ngobrol-ngobrol santai dan datanglah waktu tidur. Saat kami mau beranjak tidur, tiba-tiba Kamikih dan Kalejid menyalakan api unggun besar tepat di samping tenda saya. Wah, saya mulai tahu nih ada yang nggak beres. Bersamaan dengan berkobarnya api asmara unggun yang dibuat Kamikih dan Kalejid, muncul suara lolongan kucing. Lolongan mencari pasangan, tapi lebih panjang dan lebih merana terdengarnya. Suasana, mencekam. Saya bertahan di dalam tenda.

Tidak lama, Kamikih memanggil saya dan menyuruh saya tidur di luar. Dengan jaya saya menjawab, ‘Nggak ah Kak, aku di tenda aja.’. Kamikih memanggil sekali lagi dan saya tetap dengan pendirian saya. Kan ceritanya teguh pendirian. Hihihi.

Api pun meredup setelah beberapa saat. Dan suara kucing melolong terdengar lagi. Menghiasi sepinya malam. Kemudian saya mendengar suara laki-laki dan perempuan berbicara. Suaranya tidak terdengar seperti suara dari grup kami, jadi saya pikir, mungkin dari grup lain yang membangun tenda di belakang pulau. Tapi ….. grup sebelah itu kan isinya laki-laki semua. Jadi …. suara perempuan itu siapa?

‘KAMIKIIIIIIII….’, saya memanggil.
Tidak ada suara apa-apa sementara suara laki-laki dan perempuan yang mengobrol semakin terdengar dekat.
‘KAMIKIIIIIIII….’, saya memanggil lagi.
Tidak ada balasan apa-apa.
‘MIKIIIII!!!!’, Uni ikut memanggil Kamikih.
Tetap tidak ada suara apa-apa.

Saya diam.
Uni diam.
Dan yang berbicara di luar masih saja terdengar.

Kresek kresek kresek….
Saya bangun dan terduduk. Kemudian melihat ke arah tempat kepala saya tidur. Mungkin ada binatang apa masuk ke dalam tenda gitu. Tapi tidak ada apa-apa. Saya berbaring lagi.

Kresek kresek kresek!!
Adooooh. Bangun lagi, melihat lagi. Tidak ada apa-apa (lagi).
Saya berbaring lagi.

Posisinya, kepala saya ada di dekat pintu tenda. Dan pintu tenda dibuka. Saya melihat ke atas, ke rimbunnya pohon besar di atas kepala saya. Seperti ada yang menggantung. Tapi, hmmm, ah mungkin salah. Saya kan nggak pakai kacamata.

Itu adalah malam terlama saya tidak bisa tidur saat berkemah. Biasanya jam 11 saya sudah tidur dan ini hingga jam 3 pagi, saya masih terjaga.

Esok paginya, kami kaget dengan berita dari Mas Rio.

Pulau M ternyata adalah pulau yang dipakai untuk evakuasi. Jadi tanah lapang yang ada di depan dermaga itu dipakai untuk menaruh seluruh mayat! Dan beberapa ada yang dimakamkan di Pulau M, bahkan hingga saat kami berkemah, ada tiga makam di sana!

DUILE!!

Pagi di hari Senin, saat saya masuk kantor, saya tidak berbicara apa-apa, hingga kemudian Devi (dukun di kantor..hihihi) mengatakan, dia melihat ada yang menemani saya tidur malam itu. Dan itu adalah mbak kun …… ti!! (&$^(*)&^%$&()

Lalu Kamikih dan Kakatete juga melihat ada yang bergelantungan di pohon yang menaungi tenda saya itu. Dan yang bergelantungan itu adalah …. genderuwo. )*^#^*)_*^%%&

Kalejid juga melihat seorang nenek memakai kebaya melihat ke arah kami saat kami sedang makan malam. (*&^$#%&*(&^&

Pelajarannya: Lain kali jangan asal ikut saja kalau diajak berkemah di suatu tempat baru. Cari tahu tentang tempat tersebut tetap harus dilakukan!! Gitu ya Bulaaaan. Jangan mure langsung ikut-ikut saja yaaaa..

Ya …. kecuali kalau mau ditemani kunti sih tidurnya.
Hiiiii….

Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

15 Responses
  1. Syahrina Pahlevi

    Baru bacaaaaa…ih bulan yaaaaa…ih ih ih ihhhh…speechless gwwww….horor najong laalalalalalala…ampunnn tidaaak….

  2. Bulan

    Hati-hati.. Katanya kalau merinding itu berarti ada yang ikut baca di belakang!! Hiiiii…

    Terima kasih sudah baca.. 🙂

  3. Bulan

    Enggak kok Hanri. Tapi pas menyeberang menuju Pulau M, kami melewati Pulau Bidadari sih. Tapi jauh kok. 😀

    Terima kasih sudah mampir. 🙂

Leave a Reply