Koleksi Suami di India

11Foto bareng orang lokal di India

“Oh yeah, he’s staying in Indonesia.”, jawabku ketika ditanya apa suamiku yang orang Prancis ini tinggal di negara asalku.

Yap, kali ini suamiku orang Prancis. Besok ketika aku berpindah kota, mungkin aku akan berganti suami. Mungkin jadinya sama orang Belanda, Korea, atau Peru. Simple si soalnya nikahnya, nggak perlu urus RT, RW, KUA, sipil, atau kedutaan segala. Tinggal ngarang aja. Wkwkwk.

Salah satu strategi untuk perempuan yang traveling ke India (khususnya sendirian) adalah pakai cincin kawin dan punya suami. Hihihi. Tapi tenang, untuk yang belum punya suami, puji Tuhan kita sebagai perempuan diberikan kemampuan ngehalu yang cukup tinggi yakaaan, jadi tak usah bingung gundah gulana, kita ngarang halu aja yagesyaaa..

Mau punya suami Jungkook BTS? BISA!!
Daesung BigBang? BISA!!
Greg Hsu? Nicholas Saputra? Gusti Bhre (ampun, Gusti, ini contoh saja)? BISA!!

Semua bisa..

Yang nggak bisa hanya suami orang, apalagi suami teman kita sendiri. Idih dih diiih, laut segitu tercemarnya kah sampai nggak ada ikan lainnya?!

Plus pointnya punya suami halu adalah kita bisa punya suami sesuai kemauan kita.

Kalau suami asli ya belum tentu ya. Nobody’s perfect ceunah. Kadang spek fisik sudah sesuai, eh tapi orangnya cuek setengah idup ga pernah bilang sayang apalagi memuji penampilan – padahal kita hidup dari pujian. EAAAA.

Kadang orangnya sudah penuh perhatian, baik, sopan, suka memuji, berkebun, dan mencari rumput untuk peliharaan kita, eh tapi dia malas mandi dan panuan. Aduh.

Fisik sudah oke, visi misi hidup sejalan, eh kehalang beda keyakinan. Klasik.

Pusing punya suami beneran, emang udah paling bener suami halu aja. *terdengar gemuruh sukacita dari warga kpop kwartir Tangerang Selatan*

***

Aku sudah empat kali ke India, tiga kalinya solo trip, jadi bisa dibilang koleksi suamiku sudah lumayan lah jumlahnya. Wow kok bangga. Wkwkwk.

Beberapa tentu aku sudah lupa, ya namanya juga ngehalu, sepuluh menit kemudian juga kadang lupa sama ceritanya. Hihihi. Tapi ada beberapa yang masih aku ingat ceritanya sampai sekarang.

Aku pernah nikah sama orang Prancis (dalam kehaluanku). Pernikahan ini kayaknya yang bertahan paling lama karena durasi aku stay di kota A lumayan panjang dan aku bertemu muka dengan orang yang sama terus selama di sana; jadi harus konsisten ngehalunya. :))

Ceritanya aku ketemu suamiku ini (sekarang udah mantan dong – mantan haluan wkwkwk) di kantor. CAELAH! Baru nikah 6 bulanan dan aku sudah punya tiket ke India dari sebelum aku nikah jadi ya tetep jalan aja walaupun harus sendirian (biar halu juga orang harus tahu aku perempuan kuat wakakakak).

“Your husband okay, Madam, you go by yourself?”
“Yea, of course.”
“He’s not afraid something happen to you?”
“He must be worry (pengen banget dikawatirin, Lan?) but he trusts me. This is not my first time coming to India alone, he knows I’ll be alright. My phone is also tracked, so it’s fine.” – lagu-laguanmu, Lan, segala HP ditrack segala. Wkwkwk.

Pindah kota ya ganti suami lah jadi sekarang sama orang Belanda. He works in marketing. Saat aku pergi, dia lagi business trip ke Jordan (ANJIR JAUH) jadi ceritanya aku jalan-jalan ke India karena dia nggak bisa ajak aku ke Jordan. PADAHAL AKU PENGEN BANGET LOH KE JORDAN TOLONG LAH.

“You travel using his money or your money, Madam?”, JANGAN KAGET, ORANG INDIA TU SAMA NOSYNYA SAMA ORANG INDONESIA – kalau ga mau dibilang lebih. Jadi ada aja dah pertanyaan macam gini.

Jawabanku bervariasi. Kalau lagi galak, aku jawab, “OUR MONEY.”, singkat, tegas, tanpa senyum untuk nunjukkin aku ga suka ditanya begitu – walau dalam kehaluan sekalipun. Wkwkwk. Kalau lagi santai nanggepin, aku jawab, “Of course his money.”, ya kadang pengen jadi istri santai apa-apa pake uang suami. Kadang kalau lagi pengen sparks discussion, “My money, we each take care of our own money.”, wow independent sekali bukan perempuan ini – biasanya kalau jawab gini trus ada pertanyaan lanjutan, “So, why you marry, Madam?”

LAH IYA, WHY COBA?!

Diskusi dari pertanyaan ini biasanya akan jadi panjang di mana aku menggelitik sisi patriarki mereka dengan ketidaksetujuanku akan banyak hal dalam hubungan pernikahan konvensional yang ada dalam bayangan (dan keyakinan) mereka. Aku biasanya berani diskusi gini kalau cuma sebentar ketemu orangnya atau hanya sebentar di kota tersebut sih karena biasanya suasana jadi nggak enak gitu di akhir dan aku ga mau ambil risiko kalau harus lama bertemu muka dengan satu orang yang sama dan berada di kota yang sama. Hihihi.

Independent namun juga cemen.

Pas sudah mulai suka nonton drakor ya udah pasti aku punya suami orang Korea Selatan. Nama suamiku Rae Won (I still like him till now loh – Kang Rae Won maluph – tapi biasanya aku bilang suamiku Kim Rae Won si, lebih generik hahaha). Dalam haluku, Rae Won akuntan, bukan aktor. Soalnya kalau bilang aktor ya keliatan dong boongnya. :))

Pacarannya enam tahun, ketemu pas aku ke Korea. Ga bisa ikut ke India karena kerjaannya ga bisa ditinggal. Aih. Rae Won ni lumayan lama jadi suami aku karena aku malas ngarang lagi waktu itu jadi pas pindah kota, ya aku tetap bertahan sama Rae Won dengan cerita yang konsisten ga pake mikir udah aja ngalir lancar. Saking lancarnya, sampe pas balik Jakarta, aku sempat lupa lepas cincin kawin dan kayak ada rasa mapan di hati bahwa aku sudah bersuami gitu. Pas sadar baru ketawa sendiri.

Lah anjir, mapan bersuami tapi suaminya halu. Wkwkwk.

Kayaknya itu aja sih yang sampai sekarang sedikit detilnya masih aku ingat. Makin lama tu ngehalunya aku makin smooth, nggak gelagepan kalau ditanya lagi. Sat set banget ngarang cerita pokoknya. Wkwkwk.

Eh tapi hati-hati nentuin kewarganegaraan suami saat lagi halu di India yah.

Aku pernah datang ke India untuk nikahan adeknya teman aku, jadi aku nggak pakai ‘cincin kawin’ pas jalan-jalan setelah acaranya selesai – karena emang nggak bawa. Trus pas pindah kota dan mulai ditanya sama warlok kenapa jalan-jalan sendirian, dari mana asalnya, kok kelihatan kayak orang India, sudah punya pacar belum, mau ikut party nggak, suka makanan India nggak serta pertanyaan-pertanyaan (yang sebenarnya standar untuk ukuran India dan Indonesia) tapi karena aku ga mau harus cater to those questions everywhere I go, akhirnya aku memutuskan ngarang bilang sudah nikah aja biar ga panjang urusannya. Nah karena aku lagi malas mikir panjang dan ngarang, jadi aku jawab sudah nikah sama orang India (acuanku si temanku itu jadi kan mudah udah punya bayangan gitu, tinggal cerita doang), EH TERNYATA INI JAWABAN SALAH BESAR. Huhuhu.

Kekepoan yang nanya jadi panjang banget la sial.

Kenapa suaminya ga ikut?

Kenapa nggak pakai bindi?

Nama keluarga suaminya apa?

Suamnya Hindu kan?

Ceremony nikahannya dulu gimana?

ASLI PANJANG BANGET dan harus hati-hati karena orang India ini kan lumayan kuat pegang tradisi ya, jadi kalau ada yang ‘tidak sesuai’, mereka akan curiga dan dengan gamblang bisa nyalahin suami kita yang walaupun halu ya tapi kan kasihan mereka disalah-salahin gitu. Huhuhu.

Jadi jangan nikah sama orang India lah. Pusing.

Sama orang Nepal, Pakistan, Bangladesh juga kalau bisa jangan. Paling aman emang sama European. Ini dalam dunia halu ya, dalam dunia nyata si paling aman ya tidak meni….TET!!!!! DISKUALIFIKASI!! Wkwkwk.

Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

Leave a Reply