Cerita dari Kroasia

11indonesia-misi-budaya

Hai, Semua, yang nggak semua, nggak hai!! Wkwkwk.

Aku baru balik dari Kroasia loh, Geeeng, ya ampun kek wow banget ga si, ga kepikiran aku bakalan bisa jalan-jalan jauh lagi setelah kemarin didera pandemi gitu huhuhu terharu. Dan spesial banget kali ini jalan-jalannya bukan jalan-jalan semata (naon sih?!) karena aku nganu, ikut …. MISI BUDAYA!! Tet teret tet teeeeet!! GAYA BANGET GA SI NENG BULAN!! Hahaha.

Aku ikut dua festival di Dalmatia dan Zagreb, Kroasia, selama sebelas hari.

Tentu saja cerita kali ini nggak tentang yang sebelas harinya saja ya karena proses belajar dan persiapan misi budayanya sudah berlangsung sejak empat bulan sebelum. Terhitung mepet ini (kayaknya) mengingat kami yang bergabung dalam misi budaya ini tidak dari sanggar yang sama dan basic tari, musik, maupun keterampilannya pun beda-beda.

Tapi alhamdulillah perjalanan kemarin lancar. Dan kali ini aku mau ceritakan beberapa pelajaran yang bisa aku ambil dari ikut misi budaya ke Kroasia ini.

 

HIDUP DI JAKARTA TU PENUH PERJUANGAN BANGET YA

Aku kan baru tinggal di Jakarta (lagi) menginjak tahun ketiga ni, dan karena aku kerja remote serta emang anaknya kurang suka keluar-keluar – apalagi kalau panas – jadi emang aku jarang pergi-pergi. Ditambah kebiasaan dari SMA sudah diteleponin mama kalau hari beranjak gelap dan aku belum sampai rumah membuat aku mengkhianati namaku sendiri dan jadi nggak suka keluar malam. Sedangkan, latihan nari persiapan misi budaya ini selalu malam.

Malamnya pun bukan yang ecek-ecek jam 7 selesai gitu. Selesainya jam 9. Sama evaluasi yada yada, biasanya selesai jam 9.30. Huhuhu. Bagi aku, ini sudah malam sekali karena biasanya jam 10 aku sudah tidur. Wkwk. Tapi alangkah kaget terpukaunya aku ketika aku pulang latihan hampir jam 10 malam, TransJakarta yang aku tumpangi tu masih penuh bahkan banyak yang berdiri.

Di awal-awal aku wondering, ini orang-orang abis ngapain ya kok jam 10 malam masih di TransJakarta? Yang dijawab oleh beberapa orang teman di instagram, “Ya kerja lah, Lan!”

Oh wow, hidup di Jakarta penuh perjuangan sekali ya.

Aku bandinginnya ya tentu dengan Jogja. Jogja juga masih ada kegiatan hingga pagi tapi kegiatannya nggak pulang kantor juga gitu. Di Jakarta, aku sering ngobrol sama bapak ojek yang antar aku ke halte TJ dan mereka bilang banyak orang pulang kantor yang nunggu hingga malam banget biar nggak kena macet di jalan atau biar nggak kena ganjil genap (yang ternyata sampai jam 9 malam – ini aku juga baru tahu, aku kira ganjil genap sampai jam 7 malam saja). Dan, jangan sedih, beberapa kali aku pulang malam pun, aku tetap kena macet kek yang astaga, keras sekali kehidupan ini ya. :’))

 

NGGAK SELAMANYA MIKIRIN DIRI SENDIRI ITU EGOIS

Aku tu kalau urusan grup-grupan gitu suka kepikiran maunya semuanya sama, setara, imbang, gitu, baik dari segi komitmen dan hasilnya. Tapi ya tidak semua hal selalu bisa berjalan sesuai mauku kan.

Dalam proses persiapan ini aku sempat merasa geram duh kok A salah terus sih, duh kok B ga apal-apal si, duh kok C telat terus si, duh kok D sering nggak datang latihan si? Sering sekali duh duh itu muncul dan fokusku adalah orang lain. Aku jadi sering capek sendiri mikirin segala sesuatunya. Latihan jadi nggak fun lagi. Aku sempat pengen berhenti.

Tapi prinsip ‘selesaikan apa yang sudah kau mulai sampai tuntas’ terngiang-ngiang terus di otakku dan akhirnya dalam setiap ibadahku, aku ambil waktu untuk refleksi diri.

Aku belajar untuk mengubah mindsetku, melihat segala sesuatunya lebih menyeluruh tapi kembali berfokus sama diriku sendiri. Aku tidak bisa menuntut orang lain sama atau sesuai dengan standarku. Kami semua baru kenal, kami semua punya basic keterampilan berbeda, kami punya kesibukan masing-masing, nggak semua orang kerja remote kayak aku (nggak semua orang gabut kayak aku juga) kan. Wkwkwk. Jadi ya sudah, tidak semua hal bisa aku kontrol. Satu-satunya yang bisa aku kendalikan adalah pilihan aku menyikapi keadaan ini. Maka kemudian aku memutuskan untuk fokus memikirkan … AKU SEORANG.

Ga perlu repot mikirin A sudah bisa tarian ini belum, B sudah hapal formasi ini belum, kenapa C nggak latihan? Nggak. Nggak aku pikirin lagi.

Hasilnya ternyata adalah jalanku lebih lapang dan rasaku lebih tenang. I mean, it’s not my job to make the group perfect in the first place kan. Ngapain juga aku pikirin coba?! Wkwkwkwk.

Lucu mengingat ‘mikirin diri sendiri’ itu terdengar sangat egois tapi dalam hal ini justru itu yang membuat aku tidak egois. Hehehe.

 

LEBIH TAHU BATAS DAN KAPASITAS DIRI SENDIRI

Jujur aku yang INFJ ini kaget bisa ‘hidup’ bersama 14 orang lainnya secara intensif selama 11 hari. Tapi ternyata bisa dan baik-baik saja. Ternyata nggak sebegitu buruknya. Walaupun kalau ditanya mau lagi apa engga jawabannya engga, tapi basically perjalanan kemarin terhitung masih aman untuk jiwaku (gatau sih jiwa 14 orang yang bersamaku wkwkwk).

Aku juga semakin tahu BENERAN AKU TU GA BISA PERGI SAAT MUSIM PANAS DEH ASTAGA EROPA IN SUMMER IS WAAAAYYY HOTTER THAN JAKARTA PENGEN NANGIS!! Huhuhu. Aku lemah. Apalagi pas di Dalmatia ya; ya Rabb, panasnya tu yang diam gitu, gada angin barang se-serrrr aja gitu none!! Sedih.

Makin sadar aku harus ngusahain banget masuk surga karena kalau Dalmatia aja sepanas itu, apalagi neraka. :'( #deep

Banyak hal lain yang mau aku ceritakan di sini tapi mengingat ini adalah kali pertama aku menulis sepenuh hati lagi setelah sekian lama (dan mengingat warga Jakarta pembaca blog aku juga nggak segitu punya waktu kosong baca tulisan panjang-panjang), jadi aku cukupkan sampai di sini dulu aja. Aku tadi bilang sama diriku sendiri, tulisan ini harus less than 1000 words and I made it. It’s 888 word sebelum kata ‘word’ itu. Wkwkwk. Pusing. Dah ya, sampai bertemu di tulisan-tulisan lainnya setelah ini kalau aku mood. Yuk gass ngeeeng!!

Senyum dulu ah.. 🙂

Leave a Reply