nggak terlalu kelihatan ya..itu ada ikan warnawarninya lhooo.. |
Ombak tinggi. Ferry yang sebesar itu saja terguncang cukup keras. Perut bergejolak. Tapi saya sempat tertidur pulas. Kekekeke. Jam satu siang kami sampai di Pelabuhan Lembar. Langsung menaiki bis lagi menuju ke Senggigi untuk menyeberang kembali ke Gili Meno. Dikatakan, kalau ombak tdk terlalu tinggi, kami langsung bisa ke Gili Meno (pulau tujuan kami), tapi kalau ombak tinggi, maka kami diminta menginap dulu satu malam di Senggigi. Alhamdulillah sampai di Senggigi, ternyata kami bisa langsung menyeberang. Huhuy!!
Ke-huhuy-an kami tdk bertahan lama. Kami menyeberang ke Gili Meno dengan kapal kecil. Kapal nelayan. Dengan jujur saya katakan, saya tidak terlalu menyukai laut lepas. Ada ketakutan tersendiri saat mengarunginya. Itu kekuatan besar yang tdk mampu saya kalahkan betapapun saya melawan. Jadi saya, jujur, TAKUT. Hehehe. Sepanjang penyeberangan, saya berpegang ke Onya dan diam. Pendarasan pun tak bisa saya lakukan. Terpaku dan tercekat. Kapal kami menebas ombak. Lalu diam untuk mengikuti ombak lagi. Lalu menebas lagi. Bagian depan kapal mengangkat. Air laut terpapar ke wajah saya dan Onya. Perih. Tapi saya diam. Beberapa kali melihat ke arah air laut dan cm bs berkata dalam hati “Tuhaaan..” Ya saya tau, ga penting banget deh saya ini. Hihihi.
ini voto dr kamera saya beneran, bukan ambil dr internet.. |
Saya tidak bisa memastikan berapa lama kami menebas ombak itu, tapi saya langsung bernapas lega ketika mendengar deru mesin menjadi pelan dan kapal mulai menepi. Puji Tuhan, akhirnya kami sampai.
Pasir putih menyambut kami dengan hangat. Saya terkekeh, tangan saya masih gemetaran. Hahaha. Tapi saya tahu, dengan pasirnya yang putih bersih, air biru hijau, dan awan biru putih; pantai di pulau ini sudah mendapat tempat di hati saya..
Tuhan, ini indah.. 🙂
Terima kasih ya..
Senyum dulu ah.. 🙂