Keep Traveling, Keep Writing, Keep Uploading

Beberapa waktu lalu, timeline Twitter ramai dengan beredarnya tautan ke blogpost seseorang tentang ‘Responsible Travel Writer’. Post ditulis dengan bahasa tingkat tinggi yang njelimet. Ya antara saya yang kurang kece soal bahasa njelimet atau memang penulisnya terVickynisasi sih. Hihihi. Anyhoo, inti dari tulisan itu sebenarnya baik; bahwa menuliskan destinasi perjalanan kita di media itu berpotensi menaikkan pamor destinasi tersebut dan penulis takut keberlangsungan nilai-nilai di destinasi tersebut jadi rusak; tapi tulisannya memang menurut saya, menghakimi sekali. Yang saya dapat justru adalah ketidaksukaan penulis dengan orang-orang yang menulis tentang perjalanannya dan menganggap itu adalah bagian dari kesombongan dan ketidakpedulian akan rusaknya destinasi yang ditulis.

Oh well..
Kenapa sih seseorang menulis tentang perjalanannya?
Ada orang yang memang bekerja sebagai travel writer, cari uang dari sana.
Ada orang yang senang menuliskan kembali perjalanannya sebagai catatan nostalgia.
Ada orang yang sesederhana ingin berbagi pengalaman perjalanan lewat tulisannya.
Dan ada orang yang menulis sebagai terapi. Saya misalnya. :))
Menulis itu, bagi saya, adalah sebuah terapi mengeluarkan emosi dan menjabarkannya dalam setiap pilihan kata. Hence the randomness of my writing. Hihihi. By writing, I make myself happy. In my writing, I am being honest with myself. Itulah kenapa saya suka stress kalau mulai ada pembatasan akan apa yang saya tulis di sini. Kok ribet amat? Hihihi..

Lalu bagaimana dengan keberlangsungan destinasi yang kita tulis? Bagaimana dengan pertanggungjawaban kita bahwa gara-gara tulisan kita, orang-orang jadi datang ke sana dan merusak? Hmmm.. Ini sama dengan pertanyaan ke produser The Beach, ‘Bagaimana dengan pertanggungjawaban dia bahwa gara-gara itu film, orang-orang jadi ke getol ke Maya Bay?’. Kinda hard to answer. Karena apa? Karena tanggung jawab akan keberlangsungan  nilai sebuah destinasi itu tidak hanya bergantung pada satu pihak. Efek orang ke Maya Bay karena nonton The Beach tentu lebih besar dibanding efek orang ke Curug Cilember karena baca tulisan saya, misalnya, uhuk, bisa langsung ke kategori ‘Weekenders’ kalau mau lihat tulisan itu ya, ihir. Tapi kenapa Maya Bay bisa tetap bersih dan terawat dibanding Curug Cilember? Karena ada pihak lain yang sadar wisata dan mengambil kontrol akan itu. Ini adalah sebuah sinergi. Produser The Beach dan Mas Leo berhasil mengerjakan bagiannya dengan baik: mempromosikan Maya Bay. Pemerintah Thailand juga mengerjakan bagiannya dengan baik: menjaga kebersihan Maya Bay dan mengedukasi warganya untuk bersiap menerima banjirnya wisatawan. Penyedia jasa wisata juga mengerjakan bagiannya dengan baik: terus mengingatkan wisatawan untuk tidak meninggalkan sampah apa-apa di pantai dan menyediakan tempat sampah super besar di setiap speedboat yang dipakai. Hal kecil, tapi karena semua bersinergi jadi bisa berefek besar. That’s how tourism should work, I suppose.

Kalau semua tempat ditakutkan akan kehilangan nilainya karena pariwisata, maka seyogyanya tidak ada yang dinamakan ‘destinasi’. Udah semuanya pada diam saja di rumah! Nggak usah jalan-jalan! Nggak usah wisata! Diam di rumah dan bikin anak! Okeh!

Banyaknya travel writer yang menulis tentang berbagai destinasi, menurut saya, justru adalah sebuah gejala baik akan sadar wisata. Tinggal bagaimana pihak-pihak terkait (saya, kamu, mereka) berupaya mengerjakan tugas masing-masing dengan baik. Ayo bersinergi. Ayo sama-sama menjaga keindahan destinasi yang kita kunjungi. Ayo sama-sama mengingatkan pejalan lain yang (mungkin) lupa atau (belum) sadar wisata jika ia melakukan pengrusakkan atau pengotoran. Kita nikmati sama-sama, kita jaga sama-sama.

Pagi ini saya ditegur oleh salah satu teman karena katanya saya berperilaku sombong dengan mengunggah foto-foto perjalanan saya ke Facebook (What? Facebook doang? Dia nggak tahu apa, saya juga pasti unggah ke Instagram! Pfft!). Dia bilang saya nggak boleh begitu karena itu membuat orang lain jadi ingin melakukan hal yang sama tapi nggak bisa (lah..ya kenapa nggak bisa?? kalau saya yang imut dan kece ini saja bisa, kenapa orang lain nggak bisa?). Pakai bilang di atas langit masih ada langit lagi negurnya. -____-/yaelahbro/

Maka ini pemikiran saya.. Baca dari bawah ke atas ya..

Sudah? Sudah dapat maksud saya?

Kalau belum, ini saya ucapkan dalam satu kalimat saja..

EKENAPA LOE RIWIL SIH, TONG?!

There, I said it.. 🙂 *elus-elus dada* *dada Bung Rhoma* *hiiii….(kemudian geli sendiri)*

Janganlah jadi orang yang menegur orang lain dengan bahasa yang berpotensi menyakitkan hati. People are bigger than your concern. Coba semakin tua itu semakin rendah hati melihat ke dalam. Berpikir ‘Apa gue udah sempurna sampai gue boleh negur orang lain dan menghakimi orang lain dengan keras?’. Coba itu dipikir. Pikir kak!! Pikir!! Karena sesungguhnya menurut Bunda Dorce, kesempurnaan hanyalah milih Allah semata kak.. Allah semata, kak!! Jelegeeerr.. *petir bersambut* Hihihi.

Maksud saya adalah, anggap hidup itu TV. Ada beberapa program di dalamnya. Masing-masing dari kita dikasih akal pikiran untuk bisa menggerakkan jempol, memijit remote, dan memilih program yang sesuai keinginan kita. Maka pilihlah program-program yang berguna dan mengayakan hidup kita. Kalau nggak suka sama program tertentu, ganti kanal lain. Nggak suka Cinta Fitri kok negur SCTV?? Ya tinggal pijit remotenya, ganti program lain. Begitu saja. Karena mungkin, di suatu tempat lain, ada orang yang suka kanal yang nggak kita suka.

Saya sendiri suka kok melihat foto dan menikmati cerita perjalanan yang teman-teman saya lakukan. Bisa belajar dari pengalaman orang lain. Bisa lihat foto yang menunjukkan kebesaran Tuhan. Bisa punya keinginan untuk kemudian bekerja keras meraih keinginan itu. Apa yang salah dengan itu? Nggak ada. Karena intinya saya nggak pernah salah sih. Lalalalala. Yeyeyeye. Hihihihi.

Jadi untuk semua teman-teman pejalan, keep traveling, keep writing, keep uploading.
Karena saya selalu yakin saya berada di kanal yang menyenangkan saat membaca dan melihat itu semua. 🙂
Semangat!!

Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

5 Responses
  1. Bulan

    Aceeen, ngakak maksimal dooonk bacanyaaa.. Hahahaha.. Makasih udah mampir yaaa.. Keep writing hey kamu 'aku bukan bang thoyib'!! Hahahaha..

  2. deedeecaniago

    Aku suka bagian yang “Diam di rumah dan bikin anak!” kaaaakk #salahfokus. Anyway, standing applause. #masihpakebantuantrekkingpoleberdirinya #susahmoveondarigunungprau . Very well written. Totally agree. No one, I repeat no one, can't control what you have in mind to be beautifully spoken in writting. You have the right to write whatever you wanna write, karena at the end, kan elo juga yang akan menanggung resiko dan konsekwensi yang akan timbul dari reaksi orang2 yang akan baca tulisan loe bukaaann? Lagipula, mau nulis aja kok rempong banget yak, terlalu banyak rules and regulation. Terms and conditions. Limits. Ngok. To me, you wanna write? Just write. That simple. Dot. Full stop. Kesimpulan nya : KAPAN KITA NGE TRIP BARENG LAGIIIIII ???? hihi

Leave a Reply