Ngapain ke Karimun?

Rabu kemarin saya ke Karimun. Eits, bukan bukan, bukan Pulau Karimun Jawa yang tersohor akan keindahannya itu, tetapi ke Tanjung Balai Karimun. Sebuah kabupaten kepulauan yang berlokasi sekitar satu jam   naik ferry dari Batam. Respon teman2 saya pertama kali mendengar saya akan kesana adalah “HAH?! Ngapain loe ke Karimun itu??” Hehehe. Oh well, untuk penikmat kebudayaan dan perjalanan seperti saya, tdk ada tempat yang tdk menarik untuk dikunjungi lah. Apalagi kalau keluar pulau Jawa, pasti ada yang berbeda, pasti ada sesuatu yang menggugah hati saya. Maka saya tersenyum saja dan berpikir positif, di sana pasti akan menyenangkan. 🙂

Ketika saya pergi mengintili mamah yang sedang bekerja, saya terbiasa mencari tahu lewat internet akan kemana-mana saja, karena saya memang tdk bisa, tdk boleh, dan tdk mau mengganggu kerja mamah. Pertama kali saya mengintili mamah ke Tanjung Pinang, saya menyewa mobil sendiri dan jalan2 dengan supir saja. Supirnya sampai bingung bagaimana saya bisa tahu pasti mau kemana aja. Lucunya, supirnya bahkan tdk tahu dmn Vihara Ular berada. Jadi kami malah semakin asik, sibuk bertanya pada warga sekitar. Bertanya pada penduduk lokal, mereka tak tahu. Bertanya pada warga peranakkan, umumnya mereka bisanya bahasa Mandarin, jadi lucu aja. Mereka menjelaskan apa dan kami sok2 angguk2 takzim padahal ngga ngerti. Hehehe. Nah kali ini, Puji Tuhan, saya dibantu sama temannya mamah, padahal saya sudah berniat untuk tdk menyusahkan, tapi rupanya ini ada alasannya.

Kata Bang Dion, seorang pegawai pemerintahan yang menemani saya jalan2, di Karimun memang tdk ada penyewaan mobil, jadi mau nyari sampe jideng jg ngga ada. Ini sdh untung ada yang jualan mobil dr Jakarta, dulunya malah semua mobil2 yang seliweran itu eks Singapore, karena memang lebih dekat Singapore-Karimun dibanding Jakarta-Karimun. Hehehe.

Kami sampai di Karimun sudah senja, saya ternganga melihat hotelnya. Hotelnya, kata mamah, adalah hotel terbaik di sana. Namanya Holiday Inn. Sungguh, itu yang dikatakan mamah. Nah sampai sana, mamah menunjuk bangunan di pinggir dermaga. Cukup cantik bangunannya. Itulah Hotel Holiday (ga pake Inn). Hihihi. Kami tinggal jalan kaki dr dermaga dan sampailah sudah. Apa yang membuat saya ternganga adalah karena banyaknya perempuan2 berpakaian super seksi sedang menemani laki2 makan dan mengobrol. Bukan saya menghakimi perempuan berpakaian seksi ya, saya sendiri – menurut mamah dan bbrp tmn – sering berpakaian seksi, yang mana menurut saya itu bukan seksi, cuma pendek aja – tapi ini ya pakaiannya begitulah. Hehehe. Saya jadi speechless. Hehehe. Kami melewati mereka dan menuju lobi dan langsung masuk kamar. Mamah beristirahat karena agak mabuk ketika naik ferry td. Sementara saya sibuk membuka jendela dan melihat-lihat keluar. Ah, suasana baru. Menyegarkan. Senjanya indah.. 🙂

Tdk berapa lama, mamah ditelp dan diminta untuk ke bawah untuk makan bersama. Kami makan hidangan laut dan mengobrol ini itu. Perasaan saya pertama kali agak aneh, saya MASIH berada di Indonesia, tetapi saya merasa berbicara di negerinya Upin Ipin. Hehe. Persis bahasanya. Sebagai penikmat bahasa, saya tahu lambat laun saya pasti bisa mengikuti bahasa Melayu ini.

Selesai makan, saya kembali ke kamar dan mamah pergi dengan koleganya untuk menghadiri acara pembukaan. Yang, cerita mamah, acara pembukaan ini dibuka oleh Kepala Dinas dengan berpantun. Berpantun dengan lancar, satu pantun setelah yang lainnya, tanpa berpikir tapi apa yang diucapkan sudah menjadi pantun, mamah yang ketakutan diminta berbicara langsung sibuk membuat pantun di kertas yang dibawanya. Hihihi. Saya bertanya, “Jadi semua orang pada terpesona dan tepuk tangan donk mah.” Jawaban mamah “Engga tu dek, semuanya ya mendengarkan dengan serius, sesekali ya tersenyum, tapi ngga ada yang tepuk tangan.” HAAAH??!! Jadi ngebayangin kalau td saya ikut jangan2 saya doank yang akan ngakak besar2 trus bilang “Waaaa.. Pak Kadin hebaaat.. Hebaaat..” dan tepuk tangan. Ah, untung Tuhan menyelamatkan mamah dari anaknya yang berpotensi bikin malu ini. Hehehe.

Kami sempat jalan sebentar malam itu. Melihat keramaian kota Karimun ini lewat Pasar Malamnya. Budaya Melayu kental sekali terasa. Bapak2 duduk2 di akau (tempat makan dengan kursi2 rendah), minum kopi, merokok, mengobrol. Baru saya ketahui bbrp hari setelahnya, budaya makan dan kumpul di akau ini sdh sedemikian kuatnya sampai2 kalaupun pagi sdh makan masakan istri di rumah, bapak2 ini akan tetap ke akau (sebelum bekerja) untuk kumpul2 dan ngobrol2 lagi. Hihihi. Luar biasa ya. 🙂

Itu hari pertama.. Masih ada cerita lainnya? Masih donk.. 🙂 Yuk baca lagi.. :p

Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

Leave a Reply