Pelukan Tiga Detik Dalam Perjalanan

•
•1
This post was made as a daily journal for Nescafe Indonesia.
Thank you for the journey Nescafe, proud to be part of Sobat Journey.. 🙂

——————————————————————————————————————————

Apa kalian tahu kalau kegiatan berpelukan adalah kegiatan yang menyembuhkan. Tidak serta merta yang sakit langsung sembuh tentu, tapi efek hangat dari berpelukan memberikan perasaan aman nyaman yang menyenangkan. I’m Bulan, I’m a hugaholic. ;*tangan ke atas, berputar, menunjuk — Sailormoon!!* *oke maap, abaikan* :)))

Pagi ini kami berangkat santai setelah sebelumnya asyik ngobrol dengan bapak-bapak polisi di Polsek Rikit Gaib yang menerima kami malam sebelumnya untuk menginap. Yup, kami menginap di kantor polisi. Horor, tapi itu yang teraman. Mencari tumpangan menginap di rumah warga di Aceh agak lebih susah karena kami sekelompok ada perempuan ada lelaki, sehingga akan bingung sepertinya warga yang mau menerima kami kalau mereka sendiri tidak memiliki dua tempat kosong yang terpisah. Ehem, bukan muhrim, ehem. 😀


Berangkat dengan semangat bahwa kami akan tiba di Meulaboh malam harinya. Jalanan yang kami lalui bukan jalan negara. Rusak dimana-mana. Bolong dan berkerikil. Ground mobil mentok kegasak berkali-kali. Dari yang awalnya kami kaget dan deg-degan, lama-lama jadi terbiasa mendengar gasakan itu. Doa saya cuma satu: Semoga as mobil bertahan, tidak patah. Jalan kecil ini bahkan sangat jarang dilalui warga. Terhitung dengan jari berapa banyak warga yang berpapasan dengan kami sepanjang perjalanan. Dan sinyal: MATI TOTAL. Sedap makjaaaannn!!!


Tidak hanya jalan rusak dengan lubang besar, kami juga harus melalui dua sungai dengan batu-batu tinggi di dalamnya. Setiap melewati jalan dengan lubang besar yang berpotensi membuat ground mobil kegasak kencang dan setiap akan melewati sungai, kami semua turun supaya beban mobil tidak semakin berat dan kami bisa memberi arahan kepada supir dari arah depan. Itu saja? Oh tentu tidak. Aceh masih menyimpan banyak cerita. Jalan bekas longsor menyisakan ruang yang hanya muat satu mobil dengan bagian kanan tebing dan bagian kiri jurang bekas longsoran. Lebih lagi? Adaaa. Jalan menanjak 50 derajat dengan kerikil kering yang tajam menghadang. Dan keadaan terakhir itu lah yang paling parah.


Mobil kami terperosok dalam di tanjakan berbatu yang pertama. Ban mobil bagian belakang sobek. Bau plat kopling terbakar langsung tercium. Hingga setengah jam kami coba membantu mobil keluar, tapi tidak berhasil. Lebih 30 menit, ada warga sekitar yang lewat dan dengan baiknya membantu kami. Mobil berhasil keluar, mundur, dan kemudian mengambil ancang-ancang untuk kemudian ngegas kenceng melewati tanjakkan itu – tanpa kami di dalamnya. Hahaha. Jadilah kami hiking tanjakan berbatu siang hari bolong. :)) *menggeh-menggeh, sampun sepuuuh*


Udah? Oh tentu belum. Selesai tanjakkan pertama, kami sempat istirahat. Ada seorang bapak yang lewat dan mengatakan ada satu lagi titik yang berat, yaitu titik yang bernama Batu Gantung. Kami disarankan cepat berangkat supaya tidak terlalu sore sampai di sana. Kami pun bersiap-siap. Kini, semua naik. Mobil mengambil ancang-ancang kemudian melesat. Semua batu dihantam. Kami teruncal-uncal di dalam. Cuma bisa pegangan dan berdoa. Dan tidak sampai 10menit kemudian, mobil terperosok lagi. Ayasalaaaam.. *tepokjidat*



Kali ini lebih parah. Mobil terperosok lebih dalam, ban semakin sobek, bau rem menyeruak, dan gongnya?? HUJAN!! Eh tapi belum semua. Makin gongnya: tidak ada sinyal sama sekali di area itu jadi kami sama sekali ga bisa cari bantuan. Cuma bisa nunggu warga yang kebetulan melintas. Itu juga untung-untungan secara jalur itu tidak banyak dilewati warga. Huhuhu. *meratapi nasib di Batu Gantung*

Setelah berkali-kali mencoba mengeluarkan mobil dan tidak ada hasil, kami akhirnya menyerah. Tidak bisa melanjutkan perjalanan. Mobil diarahkan untuk mundur menuruni tanjakan sampai kemudian ada tanah agak lapang dimana mobil bisa memutar balik. Dan dejavu. Seluruh jalan berlubang, kanan kiri semak, ground mobil kegasak, badan teruncal, dua sungai berbatu, semua terulang. Kali ini pasrah dan hanya bisa tersenyum saja ke satu sama lain. Untung tadi sebelum naik saya sempat minta pelukan dari Mas Darto dan Iffa. Pelukan tiga detik. Yang hangat dan meyakinkan diri, bahwa semua akan baik-baik saja dan kami pasti bisa melewati ‘perjalanan’ ini dengan lancar. Ihiy!! Semangaaat!!


Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

1 Response

Leave a Reply