Pengalaman Berharga di Pulau Pari

Memang benar kalau orang bilang jalan-jalan itu mengajarkan banyak hal. Salah satunya adalah tentang uang dan bagaimana mengerahkan seluruh daya dan upaya demi mendapatkannya. Seperti yang saya dan Kak Mickey lakukan di Pulau Pari kemarin. Hihihi.

Sebelum mulai mempermalukan diri sendiri, mari kita bersiap menertawakan saya (dan Kak Mickey) dan mari mulai post ini dengan berucap..

Bismillahirohmanirohim..


 Saat kemarin kami jalan No Fuss No Must ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu; saya sempat bertanya kepada Kak Mickey jumlah uang yang harus saya bawa? Katanya, satu juta.

Beberapa dari kalian mungkin berpikir kok banyak sekali bawanya sampai satu juta kemudian nyinyir pamer kalian bisa pergi ke Kepulauan Seribu dengan uang seminimal mungkin kalau perlu tidak bayar tiket saat naik kapal dari Muara Angke hanya untuk perjalanan dua hari satu malam ke Kepulauan Seribu. Well, satu: ini adalah perjalanan santai leyeh-leyeh nggak mau susah; dan dua: kami naik speedboat dari Marina – Ancol, bukan kapal nelayan dari Muara Angke dan saya belum bayar tiket naik speedboat itu. Hehehe.

Saya dan Kak Mickey sendiri bukan tipe orang yang ribut dan ribet urusan uang. Kami paham betul persoalan uang ini sensitif dan karenanya, mending jujur dari awal tentang berapa yang dibawa, habis berapa untuk pengeluaran A B C D, dan sisa berapa uang bersama yang bisa dipakai. Atau sesederhana, kalau nggak punya uang ya mengaku saja nggak punya uang. Hihihi.

Speedboat yang membawa kami ke Pulau Pari..
Speedboat yang membawa kami ke Pulau Pari..

Kelucuan mulai terjadi ketika ternyata Kak Mickey lupa bawa uang yang baru dia ambil dari ATM karena dia ganti tas! Uang yang sudah dia ambil dimasukkan ke amplop dan dimasukkan tas kamera X. Kemudian di malam hari dia berpikir ulang untuk membawa tas itu dan akhirnya memindahkan kamera dan lensa-lensanya ke tas Y. Sayangnya, si amplop ketinggalan, lupa dipindah. Hahaha. Jadilah dia hanya bawa beberapa ratus ribu uang yang ada di dompet dan saya hanya bawa satu juta. UNTUK BERDUA! Hahahaha.

Sepanjang hari pertama, kami masih sangat santai. Mau makan apa? MAKAN! Mau pesan apa? PESAN! Mau ini itu dari warung sebelah, AMBIL, BAYAR BESOK! Santai banget lah pokoknya, hingga di larut malam saya membuka dompet dan menemukan tinggal IDR400.000 tersisa dalam pecahan 50.000 dan selebihnya uang pecahan kecil. Saya bilang ke Kak Mickey untuk hemat-hemat karena uang hanya cukup untuk bayar penginapan dan mepet untuk bayar sewa sepeda. Plus kami masih harus bayar kekurangan pemesanan keripik balado ke Pak Nurdin. Dan, di Pulau Pari nggak ada ATM! HAHAHAHAHAHA Princess pusing!

Kak Mickey, dengan jumawa nan santai masih bilang, “Ada, Buy! Ada! Aku masih ada!” – kemudian dia ngeloyor beli martabak dua loyang.

Saya agak curiga dengan ‘ada’-nya dia karena kayaknya dia sendiri nggak yakin masih ada berapa uangnya. Hahaha.

Esok paginya, kami hitung-hitung lagi uang yang ada lalu beranjak dengan pelan nan ragu ke warung sebelah untuk bayar penginapan sekaligus bayar makanan dan minuman yang kami konsumsi dari kemarin.

Penginapan: LUNAS!

Sewa Sepeda: LUNAS!

Makanan dan minuman: LUNAS!

Dan kami pun bengong.

Tinggal ada satu lembar lima ribu di tangan Kak Mickey sementara kami masih harus bayar kekurangan pemesanan Keripik Balado sebesar IDR50.000. HUAAA!!!! Emak!! Bagaimana ini?? Dua anakmu ini tak lagi punya uang! Huhuhu. *kualat, nggak ngajak BuJendral ke Pulau Pari*

Sambil cekikikan, Kak Mickey bilang, “Buy, uangnya kurang. Hihihi.” dan saya cengengesan sambil nangis. Hahaha.

“Kamu masih ada uang lagi, Buy? Yang kecil-kecil?”, Kak Mickey bertanya sambil mengorek seluruh kantong celananya dan membuka tas kameranya untuk ‘meneliti’ sakunya satu per satu. Saat itulah kami sadar betapa seribu dua ribu sangat berarti. Hahaha. Saya pun balik ke penginapan untuk ‘menelaah’ saku tas dan isi dompet lainnya. Dapat IDR27.000!

Saya kasih uangnya ke Kak Mickey. Digabung dengan beberapa lembar uang yang dia temukan, terkumpulah IDR45.000. Masih kurang lima ribu untuk bayar sisa pembayaran keripik ke Pak Nurdin. Huaaaaaa. HAHAHA. *ketawa pusing*

Keripik Balado oh Keripik Balado..
Keripik Balado oh Keripik Balado..

Kami pun berdiam sebentar untuk mengatur strategi. Kak Mickey, dengan dorongan untuk memesan satu loyang martabak (lagi) akhirnya punya ide untuk menanyakan beberapa kontak kami di Pulau Pari (yang baru kami kenal kemarin) kalau-kalau mereka punya rekening di BCA. Kak Mickey akan transfer via M-Banking dan kontak tersebut kasih kami uang tunai. Cerdik ya! Ya biasanya memang kalau dalam keadaan terpepet, orang bisa punya banyak akal sih. Hihihi.

Pilihan pertama: Ibu warung.

TET! Langsung mentah. Ibu warung itu tidak punya rekening apapun juga. HIKS!

Pilihan kedua: Pak Molek, kapten kapal yang kemarin mengantar kami snorkeling.

AHA! Pak Molek punya rekening BCA dan bersedia memberikan kami uang tunai sebagai ganti kami transfer! YAY! Tapi ….. PAK MOLEKNYA LAGI DI TENGAH LAUT!! Baru akan kembali siang nanti, itupun setelah kami pulang ke Jakarta. Hua!! Harapan pupus.

Pilihan ketiga: Ibu pemilik warung dan penginapan.

Kak Mickey pun telepon Ibu Sri. Dijawab, Ibu Sri nggak mau uangnya ditransfer, maunya uang tunai saja. HUA!! Ibu, please!! 🙁 Kami pun mentok. Tidak ada ide cemerlang lagi sementara martabak Mang Engkus sudah semakin memanggil-manggil cacing di perut. Bagaimana ini? 🙁

Tidak berapa lama, Bu Sri pun datang ke warung sambil menertawakan kami. HIH IBU HIH! Bukannya bantu malah menertawakan! Kami pun mengobrol santai dengan Bu Sri. Dan di obrolan itulah keajaiban terjadi. Kak Mickey sebagai punggawa public relation terkenal seantero Jakarta Selatan dan saya sebagai anak Social Media hits se-Tomang Raya mengerahkan seluruh usaha, mulut manis, senyum indah, sampai kerlingan mata untuk meluluhkan hati Bu Sri. Hihihi.

Saya nggak punya BCA. | Punyanya apa, Bu?

Cuma Mandiri sama Bank DKI. | Oh ke Mandiri bisa, Bu!

Tapi Mandirinya lagi diblokir. Nggak bisa dipake. | Yah. *cek M-Banking* Eh ini Bank DKI bisa, Bu!

Tapi Bank DKI-nya cuma untuk gaji. | Nah nggak apa dong, Bu, bertambah. Daripada ke Mandiri, nggak bisa diambil karena lagi diblokir kan, Bu. Nggak apa lah, Bu. Pasti oke lah ke Bank DKI.

Nanti bagaimana saya tahunya kalau sudah masuk? | Nanti Mickey kasih lihat ke Ibu bukti transfernya ya. Ibu juga bisa cek kalau nanti Ibu ke ATM di Pulau Pramuka. Kalau nggak masuk uangnya, Ibu telepon Mickey. Kan ada nomor telepon Mickey. Nah itu disimpan, Bu, nomornya. Telepon saja kalau uangnya nggak ada. Tapi pasti ada! Kan ada bukti transfernya, Bu. 🙂

Mmmm…. | Kami nanti mau ajak teman-teman ke sini lagi ah, Bu. Menginapnya di tempat Ibu ya. Nanti Bulan telepon sebelum ke sini, biar bisa Ibu siapkan, biar nggak dikasih ke travel.

Mmmm…. | Sudah ih Ibu pakai pikir-pikir. Kami sekalian mau beli oleh-oleh nih di warung Ibu ya. Sekarang mau beli oleh-oleh nggak ada uangnya. Habis. Yah Bu ya, oke ya. Dua ratus ribu saja.

Mmmm…. Saya mesti balik ke rumah dong cek nomor rekeningnya? | Kami tunggu, Bu! Mau kami antar naik sepeda nggak?

Nggak usah lah, jalan kaki saja. | Oke, Bu! Kami tunggu di sini ya, Bu!

Dan demikianlah ilmu rayuan maut kami berhasil! Lima menit kemudian Bu Sri balik ke warung sambil bawa nomor rekeningnya. Transfer berjalan lancar dan dua ratus ribu rupiah tunai kini pindah ke tangan. AHAHAHAHAHA!! Dua princesses bahagia! Langsung cekakakan lalu pesan Martabak Coklat Keju dan Martabak Ketan Hitam ke Mang Engkus! Di hari biasa, IDR200.000 mungkin terasa biasa saja (note: itu uang jajan yang saya plot untuk seminggu), tapi di saat seperti inilah terasa sekali berharganya uang itu. :’)

Lucunya, ketika kami ke Pak Nurdin sambil bawa uang untuk melunasi pesanan keripik balado itu, ternyata keripiknya hanya tersedia 9 bungkus dari 10 bungkus yang kami pesan. Jadi Pak Nurdin mengembalikan IDR10.000 dari yang kami bayarkan.

LAH!! TAHU BEGINI NGAPAIN DARI TADI RIBET CARI PINJEMAN COBA? UANGNYA TADI SUDAH CUKUP!

Hahahahaha… Hahahaha… Hahahahahahahaha…Tau ah!

Pelajaran yang bisa diambil:

1. Ilmu itu, seberapapun abstraknya tetap berguna. Termasuk ilmu mulut manis hasil kuliah Komunikasi. EH?! LOL.

2. Kalau diminta bawa uang IDR1.000.000, maka bawalah IDR1.200.000. Karena kita tidak pernah tahu kapan ada martabak enak yang sayang untuk dilewatkan.

3. Jangan percaya saat temanmu berkata, “Ada, ada! Masih ada uangnya.” sambil cengengesan. Itu sungguh mencurigakan.

4. Tanya ke setiap vendor di pulau, apakah mereka punya rekening bank? Dan apakah mereka menerima pembayaran via transfer M-Banking? Kalau iya, transfer saja, tidak usah bayar tunai. Hihihi.

5. Hargai uang receh. Karena kita tidak pernah tahu kapan mereka bisa menjadi penyelamat.

6. Ajak BuJendral kalau ke pulau. Jaminan tak akan kehabisan uang. Kaya sih!

7. Menertawakan diri sendiri itu terapi. Kalau sudah bisa menertawakan kebodohan diri sendiri, kamu nggak mudah jadi gila. #FatwaBulan

8. Intinya: Bawa uang banyak kalau ke pulau yang tak tersedia ATM di sana.

Hahaha.

Senyum dulu ah.. 🙂 *kunyah martabak*

Martabak Mang Engkus yang menancap di hati..
Martabak Mang Engkus yang menancap di hati..

Related Posts

7 Responses

Leave a Reply