“Kami sudah sampai di Zaanse Schans, Sayang.. Ini tempatnya menyenangkan sekali lho. I can picture myself spending lotsa time here! Aku sekarang lagi di luar toko keju, mama lagi di toilet, dan kamu harus lihat ada apa di sebelahku. *menggeser kamera ke kiri* TRING!!! Peternakan!! Hahaha. Masa depanku!! Banyak banget ini kambing. Sama ada satu lagi yang mau aku tunjukkin!! Tunggu!! *lari sambil membawa kamera yang tetap merekam* TADAAAAAA, AYAM!! Hahahaha. Ayamnya gemuk-gemuk banget di sini!! Hihihi. Eh, mama sudah selesai nih. Dadaaah.. Kapan-kapan kita ke sini bareng ya..”
Petikan ucapan yang terekam dalam sebuah video berdurasi lebih kurang 30 detik itu hingga sekarang masih saya ingat. Bahkan scene-nya pun saya ingat. Hanya yang dipanggil ‘Sayang’ saja yang sudah saya lupakan. #ehgimana
Zaanse Schans adalah sebuah desa kecil di Belanda. Posisinya di dekat Zaandam. Tapi jangan salah, jika ingin ke desa yang terkenal dengan kincir anginnya ini, turunnya jangan di Stasiun Zaandam ya. Hihihi.
Alkisah pagi itu saya memutuskan mengubah haluan perjalanan kami ke Zaanse Schans alih-alih ke Haarlem. Haarlem yang terkenal dengan gereja gotiknya terdengar sangat menarik bagi saya. Maklum, itu karena saya memang penyuka bangunan gereja. Saya bisa menghabiskan waktu hanya duduk dan diam di dalam gereja selama berjam-jam. Doing nothing. Anak Tuhan banget kaaaan.. Tapi mama sepertinya biasa saja sama bangunan gereja. Jadi pikir saya, sepertinya kincir angin akan lebih menarik bagi beliau. Maka yang tadinya kami akan menghabiskan hari yang cerah dengan udara semriwing itu di Haarlem berubah jadi ke Zaanse Schans.
Karena perubahan rencana ini mendadak, saya nggak sempat cari tahu turun di stasiun mana kah kalau mau ke Zaanse Schans? Lagipula saya pikir, Zaanse Schans itu terkenal dan jauh lebih mainstream dibanding Haarlem (misalnya), jadi ya pasti info tentang cara menuju desa ini lebih mudah didapat di stasiun dong.
*kebiasaan buruk, suka berasumsi dan memercayai asumsi tersebut benar*
Hihihi.
Kami beli tiket di mesin karena pagi itu loket belum buka dan diacu semua orang untuk membeli di mesin. Dengan sok tahu, saya pencet huruf Z di layar sentuh mesin pembelian tiket. Maksudnya mau cari Zaanse Schans gitu. Eh tapi kok nggak ada?
Saya sempat diam sebentar memandang layar dengan masygul. Orang lokal di mesin sebelah menengok dan bertanya saya mau ke mana. Tapi bertanyanya dalam Bahasa Belanda. Nyahaha.. Saya sebut Zaanse Schans, dan orang itu bilang blablabla (pakai bahasa Belanda) kemudian terdengar Zaandam. Maka saya klik lah itu tulisan Zaandam dengan cepat. Tiket pun keluar. Lalalala.. :)))
Nekat banget dengar kata orang doang, Lan, nggak takut salah?
Enggak. Kalau salah ya tinggal beli tiket kereta balik menuju stasiun awal Amsterdam Centraal. Hahaha.
Kehidupan percintaan sudah repot, Shay, beli tiket jangan dibikin repot juga.
Pas sampai Stasiun Zaandam, saya sempat merasa kok sepertinya ini stasiun yang salah. Feeling saya agak kuat kalau soal daerah wisata yang nggak kuat itu kalau soal cinta. Saya tahan tangan mama yang lagi jalan dan saya putuskan kami ke pusat informasi turis dulu di lantai atas stasiun untuk bertanya. Ternyata benar, kami salah stasiun! Hihihi. Ke Zaanse Schans turunnya di Stasiun Koog Zaandijk, dua stasiun lagi dari Zaandam! Hahaha. *tapi arahnya sudah benar sih, alhamdulillah*
Maka kami dibuatkan tiket baru untuk melanjutkan perjalanan, kali ini ke stasiun yang benar, Stasiun Koog Zaandijk. ? Lalalala..
Keluar Stasiun Koog Zandijk, pengunjung bisa berjalan kaki menuju desa wisatanya. Udara kala itu sedang menyenangkan untuk menemani berjalan kaki sebenarnya tapi pergelangan kaki saya yang terkilir dua hari sebelumnya tidak menyenangkan dipakai berjalan. Saya dan mama pun menyewa sepeda (dengan harga mahal astagfirullah 5 euro untuk satu jam pertama dan 3 euro tiap satu jam berikutnya, pedih hati Incess).
Naik sepeda di Zaanse Schans itu menyenangkan! Desanya kecil, ada jalur khusus pesepeda dan lalu lintas kendaraan bermesin pun tidak terlalu bising sliwar sliwer membahayakan. Kami bisa berhenti di mana saja dan kapan saja (asal nggak tiba-tiba), memarkir sepeda di tempat yang aman, dan jalan kaki untuk menikmati pemandangan. Satu kincir angin super besar menyapa di ujung jalan sebelum kami menyeberang jembatan. Saya, yang baru sekali ini melihat kincir angin secara langsung, langsung melihat hingga ke ujung atasnya sambil berdecak kagum. Besar sekali ternyata kincir angin itu ya. Bilah-bilah kincirnya itu lho, besar banget macam bisa menyapu badan saya yang nggak kecil ini!
Dari kincir angin besar di ujung jalan, kami belok kanan dan menyeberang untuk menaiki jembatan. Oh ya, sama seperti di Amsterdam, di perempatan besar di Zaanse Schans pun ada lampu lalu lintas khusus pengguna sepeda. Jadi nggak bisa asal menyeberang, harus menunggu lampu hijau yang untuk pesepeda menyala dulu.
Sampai di jembatan, kami disuguhi pemandangan kanal yang besar dengan empat kincir angin di sebelah kanan dan rumah penduduk berwarna-warni di sebelah kiri. Di kejauhan saya lihat sebuah kapal melintas pelan menuju jembatan tempat kami berdiri, saya menengok ke jembatan lagi, tidak mungkin kapal itu bisa melintas jika jembatan tidak diangkat. Wah wah!! Saya norak, belum pernah lihat jembatan membuka, langsung ambil sepeda dan mulai mengayuh mendekati bagian tengah jembatan. Hihihi. Benar saja, tidak berapa lama lampu penanda pengguna jalan harus berhenti pun menyala dan berbunyi. Perlahan bagian tengah jembatan naik. Mama yang berada di depan saya langsung teriak-teriak ke arah belakang, “Dek.. Dek.. Itu.. Itu jembatannya!!” saya cuma ketawa saja melihat mama yang juga mudah terpesona. Apalah kami berdua ini, melihat jembatan bisa mengangkat saja sudah bahagia. Hihihi.
Turun dari jembatan, kami berbelok ke kiri memasuki tempat utama desa wisata Zaanse Schans. Banyak sepeda diparkir di pinggir, kami pun ikut memarkir sepeda dan jalan kaki. Tapi ternyata area wisatanya cukup luas dan kaki saya mulai sakit lagi, akhirnya balik ke parkiran, ambil sepeda lagi. Hahahaha.
Di sebelah kanan terlihat kanal kecil dengan beberapa rumah berdinding kayu di pinggirnya. Dinding rumah dicat warna berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kalau saya punya rumah di situ, saya mau cat rumah saya dengan warna kuning! Kontras dengan hijaunya rumput, dan terakotanya genteng, pasti setiap pulang dan melihat rumah langsung bahagia. *mengkhayal lah sebelum mengkhayal diboikot juga sama alumni demo tiga angka*
Pengunjung tidak boleh masuk area perumahan di seberang kanal kecil itu karena rumah di sana adalah rumah penduduk yang masih ditempati. Tapi berfoto dari seberang kanal tentu diperbolehkan. Saya jadi membayangkan, enak kali ya tinggal di Zaanse Schans selama satu bulan gitu. Jauh dari perkotaan, udaranya segar, buka pintu lihatnya kanal bersih dan rumput hijau, jalan santai keliling desa lihat kincir angin dan sawah, makan keju gratisan sample dari toko-toko, dan ngejar-ngejar ayam gemuk yang keliaran. Hmmm..
Kemudian jadi browsing penginapan di Zaanse Schans dan Zaandam dan ketemu hotel ini cakep banget!! Boleh juga nih kalau ada rejeki balik ke Belanda, menginap di sana.
*kemudian semangat*
Eh di Zaandam juga hotel berwarna hijau dengan arsitektur unik ini terkenal banget. Inntel Hotels, namanya. Makin kencang ‘Hmmm..’ -nya.. ?
Di seberang kanal kecil dan area perumahan penduduk tadi ada sederet toko dan restoran. Menempati bangunan-bangunan tua berdinding bata, tampilan keseluruhan bangunan terlihat serasi dan vintage sekali. Di depan restoran yang masih tutup ketika kami datang itu, ada empat pohon tanpa daun yang kini dibebat kabel lampu LED di bagian atasnya. Kalau malam dan lampu LED dinyalakan, pasti suasanya menyenangkan sekali ya. Kayak di Eropa!!
YHA..
Lurus terus ke dalam, terlihatlah jalan selebar lebih kurang dua meter dengan persawahan di kanan dan kincir angin di kiri. Kincir angin ini lah yang sebelumnya terlihat dari jembatan tempat kami berdiri. Dari jauh terlihat kecil, pas dekat, ternyata sama besarnya dengan kincir angin yang ada di ujung jalan tadi!
Beberapa kincir angin dibuka untuk dimasuki. Tentu ada biaya masuknya. Dan setiap kincir angin ini berbeda peruntukannya. Ada yang untuk mengolah tepung, ada yang memproduksi cat, ada juga yang jadi toko oleh-oleh. Hihihi.
Di dalam kincir angin yang jadi pabrik ada mesin-mesin produksi. Mesin ini digerakkan kincir yang berputar di atas. Mesin produksi ini berukuran hampir sama besar dengan kincirnya. Nggak membayangkan sebelumnya kalau mesin di dalamnya sebesar ini. Ini tangan saya kalau kegilas mesinnya lumayan banget ini! Lumayan penyet. Hiii.. Amit-amit..
*taruh mantan di penggilasan*
Setelah masuk ke beberapa kincir angin dan berbelanja di beberapa toko, kami menuju ke toko keju yang terbesar di Zaanse Schans. Keju yang ada di sini ya ampun banyak sekali jenisnya!! Rasanya pun nggak hanya gurih tapi ada juga yang manis dan pedas! Wanginya pun beragam dari yang wangi keju banget sampai wangi prengus kambing. ? Eh, yang wangi prengus kambing itu mahal lho. Saya nyobain samplenya. Secara rasa sih suka ya, tapi nggak tahan sama ‘wanginya’ itu. Hihihi. Meuni kampung. Ada juga keju yang dimakan pakai saus gitu. Bukan saus sambal tapi saus beraneka jenis yang diproduksi di sana juga. Ada yang sausnya pedas gurih, ada yang lada hitam, ada yang terbuat dari bayam segala. Banyak dan enak-enak!
Toko keju itu memproduksi seluruh produknya sendiri. Di sebelah bangunan yang jadi tokonya tadi, ada peternakan kambing. Saya duduk-duduk lama sekali di dekat peternakan itu, terpikir masa depan. Cita-cita banget itu punya peternakan. Hahaha.
“Di belakang aku itu kincir anginnya, Sayang. Besar banget!! Tadi aku sama mama masuk ke salah satu kincir yang jadi tempat produksi cat gitu. Biasa aja sih dalamnya, hanya lihat mesin produksi yang besar dan bisa lihat pemandangan dari atas di dekat kincirnya. Tapi overall, menyenangkan banget di sini, aku suka! Banyak sawah, pemandangan bagus, udaranya dingin enak, dan bisa ke mana-mana naik sepeda. Hahaha. Pengen balik lagi suatu saat nanti. I think you’ll like the Netherlands as much as I do!! Kami pulang ya, sudah mau empat jam di sini, nambah biaya sewa sepedanya lumayan ini. Hahaha. Bye, Sayang!”
Teriring berlembar euro yang saya berikan ke mbak-mbak penjaga sewa sepeda, perjalanan satu hari di Zaanse Schans pun berakhir.
Walaupun terhitung wisata mainstream, tapi berkunjung ke Zaanse Schans sungguh tidak mengecewakan. Masih ingin kembali lagi, tinggal lebih lama, dan sewa sepeda dari Amsterdam saja – dibawa hingga Zaanse Schans. Biar lebih masuk akal dan sesuai bujet gitu biaya sewanya. Hihihi.
Senyum dulu ah.. 🙂
Baca juga: Amsterdam Membuat Saya Jatuh Cinta
Pemandangannya bagus pisan ya… apalagi yang bangunan tepi sungai tu.
Btw itu kejunya bulet2 jadi pengen dudukin, kayanya empuk
Bagus yaaa.. Pas juga pas ke sana langit biru cerah, jadi warna kontrasnya dapat.
Iya kejunya bulat-bulat. Hahaha. Lumayan banget itu untuk gebuk maling beratnya.
kejuuuuuuu. Duh aku pecinta keju garis keras. gak sabar ih pengen kesana juga. kayaknya kalau tiap hari naik sepeda, kamu bakalan smakin kurus kak Bul. hehe.
Hahahaha. Adlieeen!! ??
Apalagi kalau nyepeda dari Amsterdam ke Zaanse Schans-nya yaaa. Bukan hanya kurus, pingsan juaaaa.. ??
hahaha. jauh ya.. belum lagi kalau harga sewanya sampe 3 euro per jam, pulang2 ke indonesia bisa bangkrut. karena kebanyakan istirahat daripada gowes sepedanya. haha
Huahahahaha.. Iya beneeeerrrr…
Aku tiep kali baca tulisannya Incess bawaannya pengen ngikik mulu, hwahahaha 😀
upppss.. sorry
fix, kalo sempet jalan bareng sama incess pasti nyasar *noted
Truus, foto-foto ayam gemuknya mana kak?
Hahaha. Eh aku kadang-kadang doang kok nyasarnya, tapi seringnya kalau nyasar itu berfaedah. Lihat pemandangan yang berbeda gitu misalnya. Hihihi.
Ayam gemuknya ndak difoto, Pemalu dia. Aku shoot di video aja dia lari-lari menyembunyikan dirinya di balik tiang bangku – yang sebenarnya nggak ngaruh lha wong badannya dia lebih gede dari tiang bangkunya. :)))
Aku juga kalo jalan seringnya nyasar kak 😀
Ga bakat jadi temen jalan
Damn, ayam ga tau diri, hahaha
harusnya sembunyi di balik kincir angin ya kak :’D
Gak kuat dia capek naik ke kincir anginnya, Kaaaak. Hihihi.
Kejunyaaaa.. pengen bawain pulang haha. Selalu bikin senang hati deh ya mba klo liburan ke tmpt yg udaranya+ langitnya enak.. berasa lega di paru2, ga ngirup asap knalpot org mulu tiap hari *curcol *adik butuh piknik. ?
Bener banget!! Sehari di Zaanse Schans aja aku langsung segar lho. Apalagi kalau bulanan kan. *uhuk*
Tapi ya mungkin kalau tinggal lama di desa seperti ini rasanya biasa saja ya. Hal yang rutin dijumpai kan jadi terasa biasa. Huks.
Jadi, sama asap sudah biasa belum sekarang? Hahaha.
untung pas aku ke sini udah sore jadi ga ketemu ayam, soalnya aku takut ayam….apalagi kalo gemuk gitu hiiiiy hihihi 😀
lebih takut lagi sama ayam kamp….. *keselek*
Hahahahaha.. Ayam kamppppppp…
Kamu kenapa takut sama ayam deh Dit? Pernah dipatok?
iyaaaa ku pernah dipatok dan dikejar-kejar ayam waktu kecil kaaaak T_T
Duh shediii.. Patok balik, Diiit!! Patok baliiik!! Sekarang waktunya pembalasan dendam!!
Tapi makan ayam bisa kan kak
Nah tadi juga mau nanya itu. Tapi makan ayam oke kan?
Trus makan ayamnya, minta yang gemuk
Huahahahaha.. Balas dendam akan ketakutan pribadi!
bisa kok apalagi kalo disuapin #lha
YHAAAAAA ~
Apalagi pakai nasi dan sambal dan kremesan.
kesian, yang nyuapin di bpn
Wiiih enak banget kayanya suasana desanya, adeem banget pastinya ya.
Btw, aku pun kalo liat jembatan bisa naik gitu, pasti udah teriak-teriak kegirangan ?
Padahal jembatan bisa diangkat gitu dulu ada di Indonesia lho, Rey. Di Jakarta juga ada. Cuma aja kan nggak dipakai lagi dan mungkin ribet jadi dijadikan jembatan permanen deh. Sayang ya, padahal lutju. ??
Nah klo ada rejeki lagi trus pengen ke belanda lagi trus ajakin aku ya kak
Ajakin si hayuk aja Bob. Ajakin aja kan, nggak harus bayarin kan?
wkwkwkwk iya dooong,, kan bisa bayar sendiri haha
Saya suka yang beginih!!!
kubiasanya bayarin, ga biasa dibayarin *trusnyungsep
PUJI TUHAAAAAAAN….
Aku mau ke Pura Lempuyang(an), Bob. Temenin, fotoin, videoin ya. *kok ngelunjak*
oh itu mesti kasih ratecard hahaha *brandajamasihdipending
Hahahahahaha.. Shediiii…
aku dong kak nyasar di Stasiun Zaandam hahah
eh itu naik sepeda asik juga ya kak daripada jalan kaki 😀
Lah samaaaa Win. Itu aku salah berhenti di Stasiun Zaandam. Hahaha. Tapi nggak sampai keluar si.
Naik sepeda asyik juga cuma harganya yang nggak asyik. Lebih enak bawa sepeda dari Amsterdam (masukkin kereta, bisa nggak ya?) atau dari Zaandam deh. Hehehe.
berapaan sewa sepada disana kak?
Di Zaanse Schans-nya? Ih itu kan ada di blogpostnya aku tuliiissss..
bukan kak kalau dari bus central maksudnya
Kalau dari Amsterdam, pakai kupon, bisa 5 euro seharian. Kalau di Zaandam aku rasa ada yang segituan juga Win.
Dari fotonya udah kerasa seger, bersih, dan tenangnya suasana di sana, kak. Andai Lembang nggak macet dan lebih bersih, mungkin kayak gitu juga kali ya.
Iya ya Gi. Hehehe. Tapi Lembang nggak ada kanalnyaaaa.
Tapi emang lalu lintas jalan rayanya sih yang paling pengaruh untuk enak enggaknya jalan-jalan ya.
Iya, kak. Lalu lintas semrawut itu memang perusak suasana hahaha, jadinya jalan cepet-cepet juga
Ho ooooh.. Kayak kebelet pipis semuanya pengennya buru-buru salip sana sini. Hihihi.
Saya terkesan dengan tampilan foto kejunya itu, beneran itu keju? :O Kukira bakpao telo 😀
Hahahahaha bakpao teloooooo.. ?
Iya itu keju, Mas. Kami pun beli satu bulat gede, sampai Jakarta dibagi empat. Hahahaha.
Seru sekali nih …. jadi kepingin ..
Laksanakan!!!
membaca cerita yang kata kak bulan adalah sudah mainstream, tidaklah benar Kak, karena jujur aku baru dengan nama tempat ini, dan justru karena melihat pemadangan dan foto keju kuning itu membuat aku pengen ke sini. tapi aku harus melupakan juga kata “saying” apa nggak ya Kak hehe…
Saying opo tho Koh? Hihihi.. Pasti maksudnya ‘sayang’ tapi kena autocorrect deh. Hahaha.
Untuk wisata di Belanda, Zaanse Schans termasuk maintsream, Koh. Kamu pasti senang juga deh ke Zaanse Schans ini. Udaranya dingin juga kayak Malang. Hahaha. Sample keju bebas makan juga nggak abis-abis, Koh. Hihihi.
Sepertinya aku tahu siapa ‘oknum’ Sayang itu, hihihi…
*tebar-tebar confetti gosip di udara*
Hahahahaha.. Kamu ngitung ke belakang dan mencari tahu saat itu aku sedang bersama ‘sayang’ siapaaaa? ???
Kakatete, kamu sungguh.. Hihihi.
Hayuk balik lg kesana..betah gw jg
Jembatannya bisa kebuka gitu keren
Mau beli rumah disana ah onti..nanti tetanggaan yah klo pas bawang merah gw abis pan tinggal teriak minta ke onti
*ini apa malah ngayal
Rumah loe yang warna apa Njos? Ada si kalau bawang doang, gw yang suka abis tu sambal. Loe sedia sambal ya biar gw bisa mintak!
Hihihi.
Kak Bulan tolong pertegas, sayang yang mana yang udah dilupakan. Secara banyak banget kan yang udah disayang-sayangin hahaha.
Ada satu desa lagi yang cakep juga sama kayak Zaanse Schans ini, lupa aku apa nama desanya. Bisa berperahu gitulah pokoknya. Kak Inces sama mam-kak Inces ke sana juga kah?
Hahahaha. Sayangnya banyak yaaaaa..
Giethoorn kah maksudnya, Om? Ho oh ini sama mama ke Belandanya tahun lalu.
Jadi, yang digilas itu mantan yang bikin video itu kak?
eeeaaaaaaa
Semua mantan aku gilas, Kak!!
???
aduuh, aku kepingin banget lihat kincir muter-muter kayak foto2 di kartupos itu. di dalemnya pasti keren mesin-mesinnya, yaa.. ati2 nyangkut trus kebawa naik ke atas kaakk..
Hahaha. Kebawa mesinnya apa bilah kincirnyaaaa?
bilah kincirnyaaaa
Jadi kalau kesini enaknya seharian yah..soalnya lagi nyusun itin ada 4 hari di NL. Atau kalau dari Zaanche kemana lagi ya yg deket2 situ juga biar sekali jalan
Kalau suka suasana pedesaan dan senang bengong-bengong santai gitu, bisa banget seharian di Zaanse Schans. Aku anaknya suka duduk-duduk selaw ngeliatin pemandangan atau hewan ternak gitu soalnya. Hihi.
Kalau bosan, bisa ke Zaandam. Bagian kotanya. Naik sepeda bisa atau kalau mau cepat bisa naik kereta. Di Zaandam banyak restoran dan ada kanal juga. Toko-toko lucu instagrammable juga ada di Zaandam. Hope it helps. ?