“Ke Kulon Progo yuk! Aku kangen main air!” saya berkata ke Firsta.
Kulon Progo adalah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta bagian barat daya. Sebelum-sebelumnya, daerah ini memang agak kurang terkenal sebagai tujuan wisata dibanding kabupaten lainnya. Tapi sekarang, wisata Kulon Progo itu semakin berkembang banyak sekali dan semua yang saya datangi, sungguh menyenangkan. Rapi, bersih, terjaga. Bikin senang mengunjungi lagi dan betah berlama-lama.
Perjalanan ke Kulon Progo memakan waktu kira-kira satu jam dari kediaman saya di Prawirotaman. Sepanjang rute, jalanannya sudah bagus dan aspalnya pun halus. Dekat area wisatanya, jalanan banyak menanjak; membutuhkan keterampilan dan ketenangan dalam menyetir. Untung saya mantan supir travel, jadi timbang nyetir ke Kulon Progo saja sih lihai laaah. Hihihi.
Wisata Alam Kalibiru
Lokasinya berada di Perbukitan Menoreh, di ketinggian 450 mdpl, jadi terbayang dong indahnya pemandangan dari atas sana macam apa.
Dari dek di Kalibiru, kita bisa lihat pemandangan danau (waduk?!), bukit, hutan, dan pegunungan. Zaman dulu wisata di Jogja belum ramai sama dek-dek/panggung kayu, di Kalibiru ini sudah ada. Justru dek-dek yang di Mangunan itu, saya rasa, terinspirasi dari dek-dek yang di Kalibiru ini.
Di Wisata Alam Kalibiru, walaupun sudah membayar biaya tiket masuk tapi pengunjung diharuskan membayar lagi untuk menaiki dek-deknya. Setiap dek beda-beda harganya. Harganya sudah termasuk dapat foto sih (foto akan dikirim langsung ke HP pengunjung) tapi jadinya nggak bisa menikmati pemandangan dari dek itu karena ya intinya naik dek demi foto-foto saja dan sudah ada yang menunggu di bawah untuk gantian. Pemandangan ni kalau bagus jadi nggak gratis ya, Ceu.. Hihihi.


Taman Sungai Mudal
Ekspektasi saya dengan Taman Sungai Mudal ini sungguhlah rendah eh tapi pas sampai sana, wow.. wow.. wow.. terpukau saya dibuatnya. Hihi.
Dari parkirannya, Taman Sungai Mudal terlihat biasa saja. tidak istimewa. Setelah membayar tiket masuk, kami jalan menyusuri jembatan yang terbuat dari bilah bambu. Jalan terus melewati pathway yang disediakan (pathway-nya bagus!) dan sampailah di kolam pertama.
Saat saya datang, air di kolam pertama terlihat berbusa walaupun warnanya toska cantik.
Iyuh…
Nyelupin kaki saja ku tak nak di aik macam tu. CAELAH. Banyak gaya.
Mungkin karena kolam pertama ini adalah kolam yang paling bawah, menjadi tempat limpahan air dari kolam-kolam di atasnya, makanya agak kotor. Kami memutuskan naik terus sampai ke kolam yang besar di atas dan saya terpana sepanjang jalan.
Jalan ke atas rapi sekali. Tangga disiapkan kokoh dengan pegangan di kanan atau kiri. Jembatan-jembatan bambu dibuat dengan apik. Di beberapa spot ada dispenser dan galon berisi air mineral yang bebas diambil dan diminum oleh pengunjung (air mineralnya maksudnya yang bebas diambil; bukan galon apalagi dispensernya). Keseluruhan area terjaga bersih! Ada kamar mandi (bersih pula kamar mandinya), musholla, dan warung juga.
Main di kolamnya, mau di kolam mana saja, berapa lama pun, nggak dipungut biaya lagi (HALELUYA!) tapi untuk sewa ban, sewa loker, naik flying fox ya tentu bayar lagi.
Pule Payung
Pule Payung ini tempat wisata berfoto, ada beberapa spot foto yang bisa dipilih oleh pengunjung seperti sepeda terbang (gak terbang si, Rencang-rencang, sepedanya meniti tambang baja gitu), ayunan, jembatan cinta (halah), sampai ke payung-payung dan ruang tamu ala rumah-rumahan gitu.
Yang perlu diperhatikan, di Pule Payung, selain harga tiket masuk, di setiap spot foto, pengunjung harus bayar tiket lagi. Tiket di setiap spot sudah termasuk berfoto gratis, difotokan fotografer dari sana.
Hasil fotonya bisa langsung ditransfer ke HP pengunjung. Profesional yaaaaaa, sebagai yang mengkhususkan diri sebagai tempat wisata berfoto, pinter ugak ni manajemennya membungkus biaya tiap spot dengan gratis fotonya.
Saya sempat naik ke dua spot saat di Pule Payung ini. Spot sepeda terbang – karena semua sepupu saya naik dan saya FOMO, serta spot flying fox – karena saya nggak perah bilang enggak sama flying fox. Hihi.
Profesionalnya manajemen Pule Payung membungkus wisatanya sekali lagi terlihat di spot flying fox ini. Kalau di tempat lain kan petugas di spot flying fox tu ya memasangkan harness, menyiapkan tali, dan pengunjung meluncur saja gitu ya. Nah di Pule Payung, berbeda. Pertama saya lihat sepupu saya yang akan meluncur, saya sampai ngakak sendiri.
Jadi setelah dipakaikan harness dan siap meluncur, pengunjung diluncurin sekitar 3 meter (ditahan sama Mas-mas di bawah tu pas tiga meter); lalu berhenti di situ dan pose lah! HAHAHAHA. Duh, masih ngakak kalau ingat. Pose pose cekrek cekrek lalu pengunjung DITARIK KEMBALI ke dek peluncuran untuk kemudian dibiarkan meluncur full sampai ujung.
GILA GAK TU DEDIKASINYA PETUGAS DI SANA..
Nahanin setiap pengunjung selama mereka berfoto di tiga meter, menarik kembali pengunjung ke dek peluncuran, baru kemudian melepaskannya kembali untuk meluncur sampai ke ujung. Prok prok prok.
Secara itu kerja berat dan risiko kinerjanya tinggi, saya sempat bertanya apakah ada shift kerja? Petugas menjawab kalau akhir pekan, setiap 10 pengunjung yang meluncur, petugas yang jaga di bawah (yang pegang kuncian nahan pengunjung di tiga meter kemudian menariknya kembali) itu berganti. Di hari kerja, biasanya setelah 15 pengunjung yang meluncur karena jaraknya nggak selalu berdekatan; jadi ada waktu istirahatnya. Berat anjay nahan bobot minimal 40 – 50kg yang bergantung lalu menariknya kembali gitu. Fuh…
Kedung Pedut
Di Kulon Progo, ada beberapa kolam air terjun. Letaknya tidak terlalu jauh satu sama lainnya jadi kalau dalam sehari mau menclak-menclok di beberapa kolam air terjun di Kulon Progo, tentu bisa banget. Waktu itu karena jalan santai, saya dan Firsta memutuskan ke satu kolam air terjun saja dan pilihan dijatuhkan ke Kedung Pedut.
Kami pergi di hari kerja (tentu saja!) dengan harapan Kedung Pedut tidak akan terlalu ramai. Saya tu suka pusing kalau lihat banyak orang dalam satu tempat seliweran gitu, Rencang-rencang. Jadi kalau akhir pekan tu saya pilih ngendon di rumah saja, pergi-perginya di hari kerja saja. Hihi.
Setelah parkir mobil, kami menyusuri jalan yang sudah disiapkan. Dua kolam pertama yang kami lihat membuat saya memekik kegirangan. CAKEP BEENG, RENCANG-RENCANG!!
Airnya jernih dan dingin segar. Bahkan terlihat kecebong besar-besar di pinggir kolam, tanda airnya masih punya kualitas kebersihan yang prima. Jalan naik turunnya masih ada yang berbentuk tanah, jadi harus hati-hati kalau mau naik atau turun apalagi saat kaki basah ya, licin euy.
Memang sih ada ketidakfaedahan berupa helikopter entah apa lah sama tulisan Kedung Pedut besar-besar yang ganggu tapi selain dua ketidakfaedahan itu, Kedung Pedut: BAGUS!
Wana Tirta Mangrove Forest/Jembatan Api-api
Tempatnya agak nyempil dan jauh, saya sampai bengong pas diajak ke sini. Hihihi.
Sampai di Jembatan Api-api, pengunjung akan disambut kolam udang yang luas. Kontras dengan langit yang biru, pemandangannya jadi caem sekali. Di Wana Tirta Mangrove Forest ini kita bisa dapat banyak wisata dalam satu kali datang. Dapat hutan bakau, jembatan, kolam udang, langit biru awan putih, terbentang indah, lukisan yang kuasa *you sing you win*
Pertama masuk ke area jembatan-jembatannya, saya terpukau loh. Rapi banget bikin jembatan dan menara-menara spotnya. Nggak ada biaya tambahan pun untuk berfoto di setiap spotnya, mau berapa pun lamanya. Mau menghabiskan waktu hanya duduk-duduk saja pun bisa, cuma ya karena jalan kayunya nggak begitu lebar juga, ya agak nunduk atau minggir gitu ya jangan di tengah jalan juga. Nyebahi itu namanya. Hehehe.
Di kawasan hutan bakaunya menurut saya masih bisa ditingkatkan lagi kebersihannya. Apalagi ini berair gitu bagian bawahnya (ya kan bakau) jadi kalau nggak ada sampah pun udah keliatan lumutan gitu. Nah kalau ada sampah jadi keliatannya iyuh gitu. Hehehe. Eh iya, jangan lupa pakai insect repellent kalau ke Wana Tirta Mangrove Forest ini ya, Rencang-rencang, karena ya selayaknya hutan bakau, di Wana Tirta Mangrove Forest ya banyak nyamuk gitu.
Kebun Teh Nglinggo/Bukit Ngisis
Saya suka sekali main ke kebun teh. Mata ni rasanya segar melihat yang hijau-hijau gitu. Nah saya baru tahu di Yogyakarta ada kebun teh, Kebun Teh Nglinggo, namanya. Kebun tehnya, menurut saya, nggak begitu luas (atau karena terpecah jalan gitu jadi nggak kelihatan begitu luas) tapi main ke kebun teh ini menyenangkan sekali. Areanya tidak terlalu ramai pengunjung dan warga sekitar di sana ramah-ramah semua.
Untuk menuju kebun teh bagian atas, ada opsi naik jeep yang ditawarkan dengan bahasa yang sangat halus dan tanpa paksaan oleh warga sekitar. Kalau nggak mau naik jeep, jalan kaki ke atas pun boleh. Tiga ratus meter(an) saja kok, tapi ya nganu, jalannya nanjak. Hehehe.
Berkunjung ke Kebun Teh Nglinggo bisa sekalian ke Bukit Ngisis. Areanya berdekatan, tapi karena beda manajemen ya masuk Bukit Ngisis bayar lagi ya. Nggak mahal dan dapat teh hasil dari Kebun Teh Nglinggo pun. Lumayan..
Bukit Ngisis ini ya kayak wisata mainstream di Yogyakarta: dek-dek kayu menjorok dari tebing yang bisa dipakai untuk berfoto gitu. Spot Instagram kalau kata anak sekarang. Wkwk. Untungnya, karena bukit ini belum terlalu ramai pengunjung, jadi untuk menikmati pemandangan, nggak perlu antri lama dan atau buru-buru karena sudah ditunggu antrian belakangnya gitu. Saya bisa santai banget berdiri di dek melihat pemandangan dari ketinggian, menikmati desiran angin, dan rasa deg-deg ser membayangkan kalau saya jatuh bagaimana. Wkwkwk.
Itu dia beberapa wisata Kulon Progo yang sudah saya kunjungi. Mau bilang belum terlalu banyak eh tapi ini saja sudah panjang postnya, kalau lebih banyak lagi mau sepanjang apa nanti. Hahaha.
Mana dari semua wisata di atas yang menarik hati kalian, Rencang-rencang?
Senyum dulu ah.. 🙂
dekat itu kak, kalau udah lewat jalan raya Daendels belok ke jalan Wates/Kulon Progo rasanya sudah dekat dengan kota Yogyakarta. Pengalaman naik mobil dari Bandung ke Yogyakarta lewat jalan selatan bulan lalu. 🙂
Hmmm.. Coba kucoba next time. Aku malah nggak ngeuh tiap ke Kulon Progo lewat jalan mana, ngikutin Maps aja dah. ??