“Hari ini kita seharian ke Udo Island ya, Ma.”, saya berujar ke Mama saat kami makan pagi di hostel, “Naik bus sampai ke Seongsanhang, lalu nyeberang pakai ferry ke Udo Island.”
Mama mengangguk-angguk sambil tetap asyik makan omelette yang saya buatkan. Entah ngeuh entah tidak. Kayaknya enggak. Ngikut aja beliau sih. Hihihi.
Udo Island atau Pulau Udo adalah sebuah pulau kecil di timur Pulau Jeju. Banyak yang menganggap Pulau Udo ini versi kecilnya Pulau Jeju. Kecil memang, karena bisa dikelilingi pakai sepeda atau motor kurang dari empat jam saja. Kayaknya kalau kecepatan berkendaranya konsisten di 30-40km/jam dan nggak berhenti untuk foto-foto (UHUK!) malah bisa hanya dua jam saja deh lulus mengitari pulau ini saking kecilnya. Hihihi.
Untuk menuju Udo Island, saya dan Mama menumpang bus (numpang tapi bayar gitu wkwk) ke Seongsanhang (Pelabuhan Seongsan) dulu. Banyak yang bertanya bagaimana kami bepergian di Pulau Jeju tanpa menyewa mobil dan menyetir sendiri; jawabannya ya itu, naik bus ke mana-mana.
Baca: Transportasi di Korea Selatan
Nggak banyak yang tahu mulai tahun 2017, pemerintah Korea Selatan memperbaiki sistem transportasi di Pulau Jeju. Sebelumnya, ribet banget memang bagi wisatawan untuk jalan-jalan di pulau ini, transportasi umumnya belum terkoneksi, taksi pun mahal, pilihan satu-satunya adalah menyewa mobil dan menyetir. Sad.
Double sad kalau perginya sendirian, karena nggak bisa share cost. Hahaha.
Kami berhenti di halte ‘Seongsanhang Entrance’. Secara namanya ‘entrance’ gitu ya, ya sebagai manusia biasa tentu saya berpikir pintu pelabuhannya ada di dekat situ dong. Turun bus, nengok kanan kiri, lha kok sepi. Wkwk. Nggak kayak gerbang masuk sebuah pelabuhan gitu, Guys, sepi banget!
Ternyata dari halte bernama ‘entrance’ yang memberikan harapan palsu tersebut, kami harus jalan kaki 850 meter dulu untuk mencapai kantor tempat beli tiket ferry. Hisss -____-/ya jangan disebut port entrance dong kalau gitu haltenya, Markonaaah!
Perjalanan 850 meter itu terasa berat. Bukan karena jarak karena apalah arti jarak jika engkau telah terbiasa LDRan seperti saya (EH KOK NYAMBUNGNYA KE SANA?!), tapi angin dingin dan kencang yang menerpa menampar wajah kami dari arah laut itu yang membuat perjalanan lebih terasa sulit. Pipi ditampar angin dingin itu menyakitkan lho.
Mungkin level menyakitkannya sama dengan dikhianati.
YHA….
Brb, benerin helm.
Loket pembelian tiket ferry ke Udo Island ada di sebuah gedung putih dengan kubah setengah lingkaran di depannya. Ketika kami masuk, suasana di dalam sudah ramai, orang-orang berseliweran antara meja tinggi di satu sisi ke loket-loket di sisi lainnya. Saya dan Mama segera beranjak ke meja tinggi dengan blok-blok laci di tengahnya untuk mengambil kertas form pemesanan tiket. Saya isi dengan nama saya dan Mama dan saya taruh angka 2 di kolom ‘berapa tiket yang dibeli’ lalu saya ke konter.
Petugas melihat kertas pemesanan tiket saya kemudian bertanya berapa tiket yang mau saya beli? Saya jawab dua dan beliau menyuruh saya kembali untuk mengisi satu kertas pemesanan lagi. Jadi per orang diminta mengisi satu kertas padahal di satu kertas itu ada lebih dari 10 baris kolom yang bisa diisi nama-nama orang. Yha bhaiquela.
Sudah selesai sampai situ? Ternyata belum. Pas saya kembali ke konter, petugas minta saya untuk buat duplikat, jadi per orang isi dua kertas form. Elhadalah, di Korea nggak ada kertas karbon apa pegimana sih. Gedeg aqutu. Ngabisin kertas ae. Kasihan pohon. Huks. *ngesot balik ke meja tinggi*
Sekalinya tu saya merasa Korea Selatan nggak efektif dan efisien ya pas pesan tiket ke Udo Island ini. Biasanya mah semua jelas dan ringkas.
Harga tiket PP ferry dari Jeju Island ke Udo Island KRW17.000 per orang (per Maret 2019). Di bulan Maret, ferry berangkat setiap setengah jam dari mulai pukul 07.30 hingga pukul 17.30. Mau menginap di Pulau Udo pun bisa. Pulau Udo ini berpenghuni kok, dan ada beberapa penginapan tersedia.
Ferry yang membawa kami ke Udo Island termasuk besar, mobil dan truk pun bisa ikutan naik. Namun sejak Agustus 2017, mobil sewaan dilarang masuk Udo Island. Yes, you read it right. Mobil sewaan DILARANG masuk Udo Island. Jadi kalau menyewa mobil di Jeju, mobil harus berhenti dan parkir di Pelabuhan Seonsang, nggak bisa dibawa ke Pulau Udo.
Saya dan Mama langsung naik ke geladak untuk menikmati pemandangan selama perjalanan. Orang-orang sudah ramai berkumpul di geladak. Rupa-rupanya, ada burung yang cantik sekali (dan besar) terbang di dekat geladak, kayak nggak ada takut-takutnya sama manusia.
How come?
Ya karena di masa sebelumnya ada orang yang ‘inisiatif’ kasih makan jadi burungnya belajar mendekat biar dapat makanan. People are the worst memang kalau soal hidup berdampingan dengan alam dan makhluk hidup lainnya. Pengennya semua makhluk hidup tu dipegang, dipeluk, didekati, dijinakkan. Padahal menyayangi itu tidak harus menjinakkan.
“Ma, itu burung apa ya?” saya bertanya sambil tetap mengagumi burung yang sedang terbang. Bulunya yang berwarna hitam dan putih mengilat terkena cahaya matahari pagi. Sayapnya lebar, lehernya gendut ipel-ipel, paruhnya yang kecil terlihat manis numlik cute.
“Burung kuntul.”, Mama menjawab.
Saya menengok ke Mama dengan tatapan tak percaya.
Nggak bisa dijadikan patokan memang kalau bertanya jenis burung ke Mama. Nggak di Sydney, nggak di Jeju, semua burung adalah burung kuntul kata Mama. :)))
Lima belas menit naik ferry, kami sampai di Udo Island. Beberapa orang langsung merubung konter shuttle bus. Shuttle bus ini berkeliling beberapa tempat wisata di Pulau Udo. Ada beberapa rute shuttle bus tersedia dan rute-rute ini ditandai dengan garis biru dan garis merah baik di peta maupun di busnya.
Satu saja garis biru dan merahnya, karena kalau dua, itu bukan tanda rute melainkan tanda….positif. Duh, selamat yaaaaa.. Dua anak saja cukup yaaaa…
Kalau nggak mau naik shuttle bus, bisa juga naik sepeda motor (yang tertutup gitu ada rumah-rumahannya) atau sewa sepeda. Saya dan Mama memutuskan menyewa sepeda tandem berwarna jingga. Sewanya KRW20.000 untuk seharian. Sekali-kalinya nih nyobain sepeda tandem setelah dulu sempat hampa melihat sepeda ini seliweran di Nami Island. Apa ceritanya? Hey baca sampai habis dong nanti di bawah ada tautan ke cerita hampanya jiwa saat ke pulau cinta itu ya. Wkwk.
Jadi, apa saja sih yang bisa dikunjungi di Udo Island?
-
Udo Lighthouse
Ada beberapa mercusuar di Pulau Udo tapi yang pertama kami lihat – bahkan sebelum ferry kami bersandar – adalah mercusuar putih yang dikeliling bebatuan besar dan birunya air laut: Hallim North Breakwater Light.
Mercusuar lain di Udo Island ternyata banyak yang unik-unik baik bentuk maupun warnanya. Bahkan ada yang berbentuk sapi. PS: Udo Island disebut juga Cow Island karena bentuk pulaunya diyakini mirip sapi sedang berbaring.
-
Canola Field
Dalam bus di perjalanan ke pelabuhan, saya melihat satu area kebun penuh bunga kanola berwarna kuning. Saya bilang sama Mama, nanti pulang dari Udo Island, saya mau mampir ke sana. Eh ternyata rezeki anak nggak soleh-solet amat, di Pulau Udo sendiri ada canola field dong. Di pinggir jalan, sepi, dan kalau foto di kebun kanola ini, horizonnya adalah lautan pula. Uwuwuw banget gasi.
-
Sanho Beach (Seobinbaeksa)
Pantai berpasir putih halus dengan warna air gradasi hijau muda ke emerald ke biru tua ini cantik sekali. Tapi biarpun cantik gitu, karena kami datang di musim peralihan dan angin dingin berhembus kencang, jadilah nggak mungkin juga kami main air.
Ya jangankan main air deh, lha wong menjumputkan jempol ke air saja saya nggak berani. Pasti dingin banget! Hahaha.Btw, di seberang Seobinbaeksa ini ada yang jual mozzarella cake berbentuk octopus. Beli deh, Guys, enak bangeeet!
-
Udobong Peak (Someori Oreum)
Ini titik tertinggi di Udo Island dan sepertinya, adalah lokasi must-visit di pulau ini. Yang lucu, melihat jalan yang begitu menanjak menuju Udobong Peak ini, saya dan Mama memutuskan urung dan turun kembali setelah menempuh setengah jalan. Setelah turun, kami ambil jalan yang berbeda dengan jalan yang kami lalui sebelumnya. Jalannya landai dan kami sudah berencana langsung kembali ke pelabuhan (saat itu sudah dekat pukul 16.00) ketika kemudian jalan mulai menanjak lagi dan lagi dan lagi dan JRENG, jebul balik ke Udobong Peak saja dong. HAHAHAHA. Kayaknya, karena ini GONGnya Udo Island, jadi kalau mengitari pulau ini pasti harus jalan melewati Udobong Peak ini.
Itu saja nama-nama tempat wisata di Udo Island yang saya ingat tapi sebenarnya, keseluruhan pulau ini scenic sekali jadi berhenti di pinggir jalan juga sudah dapat pemandangan indah walaupun spotnya nggak bernama.
Kami datang di saat musim sepi pengunjung. Ada untung ruginya datang di musim ini. Untungnya, pengunjungnya jadi nggak banyak dan jalan-jalan jadi lebih nyaman karena di mana-mana nggak penuh orang. Saya tu suka pusing melihat banyak orang seliweran gitu, Rencang-rencang. Ruginya, ya karena wisatawan nggak banyak, beberapa restoran/warung pun memilih tutup. Di beberapa titik, Pulau Udo ni jadi terasa sepi sekali.
Kami ikut ferry kembali ke Jeju Island pukul 16.30. Sampai di Pulau Jeju sempat ke satu tempat wisata yang paling ingin saya kunjungi. Apa namanya? Tunggu blogpost selanjutnya.
Hazek..
Kalau ditanya mau balik lagi ke Pulau Udo atau enggak, saya sih mau, tapi dengan persiapan yang lebih baik lagi. Turisme di Udo Island itu kayak belum matang digarap jika dibandingkan dengan wisata lainnya di Korea Selatan. Nggak ada peta jelas, nggak banyak plang berbahasa Inggris, dan orang-orangnya pun banyak yang hanya bisa bahasa Inggris dasar untuk berdagang. Jadi kalau hanya menghabiskan satu hari di Pulau Udo, memang agak teras kejar-kejaran waktunya. Mungkin lain kali saya mau menginap saja di sana. Biar puas kelilingan nggak buru-buru mengejar jadwal ferry yang terbatas dan bisa melihat romantisnya momen matahari terbenam di Udo Island sendirian.
Senyum dulu ah.. 🙂
Aku belum pernah traveling di negara 4 musim. Jadi bertanya-tanya, kira-kira mana ya yang paling bearable buat aku: berjalan ditampar udara dingin, ditampar udara panas, atau ditampar pacar orang #eh.
Jeju sendiri terpikir jadi alternatif buat traveling-ku karena nggak pake visa untuk direct flight. Jadi kalo nggak kesampaian ke Korea daratan, ke Jeju aja udah seneng.
Jadi penasaran sama perjalananmu di Jeju selengkapnya, kak, dari berangkat sampai balik. Penasaran juga sama transportasi umumnya. As usual, tulisanmu nggak pernah gagal mengukir senyuman.
Wah, coba coba Gi. Hahaha. Aku juga baru tahu tubuh (dan otakku) lebih tahan udara dingin dibanding udara panas. Lucunya, aku consider diriku anak pantai alih-alih anak gunung, yang mana kalau anak pantai ya harusnya lebih tahan udara panas dong ya, namun tidak begitu yang ada pada diriku. Makin lama aku semakin yakin aku ni memang aneh. :))
Soal Jeju, aku kepikiran mau menuliskan juga. Nanti aku tuliskan ya (kalau ada semangat). Lah gitu.
Yay! Looking forward to it. (embus-embusin semangat nulis)
Aku dulu ke sini dianterin pake mobilnya ke mana-mana wkwkw. Jadi mobil sewaan sekarang nggak boleh ya ke sana. Aduh aku dulu kok nggak ngeh ada canola field, kan mayan foto-foto sambil bawa selendang dan nari India wkkwkw.
“Padahal menyayangi itu tidak harus menjinakkan” aku kudu misuuuuuuuuuhhh.
Wih!! Dianter mobil ke Udo aku sing Crazy Rich Prawirotaman wae kalah! Hahaha. Iya sekarang gak boleh masuk Udo si mobil sewaan. Tapi di Udo ada penyewaan motor kandangan dan sepeda juga jadi malah asyik keadaan dan trafficnya terjaga dari kendaraan bermotor. Hihihi.
wkwkwk semua dibilang burung kuntul 😀
Btw di Jeju busnya banyak gak sih? soalnya pernah baca busnya tuh jarang banget kayak 1-2 jam sekali gitu, jadi masih susah naik transportasi umumnya
Nah dulu begitu, Diiit. Dulu tu kepikirannya kalau ke Jeju ya harus sewa mobil. Sejak 2017, sistem transportasi sudah diperbaiki dan sekarang jadi bisa naik bus ke mana-mana. Busnya cepat kok dan jadwalnya masuk GMaps walaupun agak sedikit membingungkannya adalah satu nomor bus yang sama bisa beda rute dan info ini hanya ada di Kakao Map/Naver. 😀