Sokcho, Kota Kecil yang Menggugah Hati..

11

“Kita bisa nambah malam di sini nggak, Dek?” Mama bertanya, sepertinya sudah jatuh hati dengan kota ini: Sokcho.

Nama kota ini memang tidak seterkenal Busan atau Seoul, tapi menghabiskan dua malam di kota kecil ini sungguh membuat saya segar kembali. Kota ini sudah menyentuh hati saya. Sokcho.

Saat saya jalan-jalan ke Korea Selatan bersama Mama, saya sempat berpikir ulang apakah akan ke Sokcho atau tidak, akan mendaki Gunung Seorak atau tidak. Setelah melalui pemikiran yang lumayan lama, akhirnya saya memutuskan akan tetap ke Sokcho! Keputusan ini tidak salah.

Jalan-jalan di Sokcho

Sokcho adalah kota kecil, lima jam dari Busan, dua jam dari Seoul. Merupakan kota gerbang masuk Seoraksan National Park, kebanyakan wisatawan datang ke Sokcho memang untuk mendaki gunung yang terkenal ini: Gunung Seorak!

Kami sampai di Sokcho siang menuju sore. Pertama memasuki kota ini dengan bus, saya langsung suka! Ada rasa ‘homey’ terasa. Jalan utamanya besar namun tidak terlihat sibuk, justru cenderung lengang. Udaranya menyegarkan dan orang-orangnya banyak senyum. Dengan santai kami jalan menggeret koper dari terminal menuju penginapan.

Memasuki penginapan, rasa hangat makin terasa. Host kami yang lancar berbahasa Inggris memberitahu kami beberapa tempat wisata di Sokcho yang bisa dikunjungi. Tidak hanya Taman Nasional Seoraksan, di Sokcho ini juga ada danau, perkampungan nelayan (yang menjadi tempat syuting salah satu K-Drama namun jangan tanya saya judulnya hahaha), pusat spa alami kayak onsen, laut, satu jalan terkenal sebagai pusat perbelanjaan, dan pasar ikan! Sokcho ni kecil tapi padat jelajah. 😀

Sore itu saya dan Mama hanya jalan-jalan di seputar Sokcho bay. Sempat melihat tempat syuting KDrama yang dimaksud dan kami cuma bengong saja berduaan karena tidak menonton KDramanya ya mana bisa merasa related dengan tempat syutingnya yekan. Hihihi. Makan malam saat itu adalah BBQ ala Korea. Restoran di pinggir laut Sokcho ini tidak punya menu bahasa Inggris tapi pelayanannya kekeluargaan sekali dan karena saya berpengalaman susah berkomunikasi di Busan jadi sudah terbiasa berkomunikasi ala … kadarnya. Wkwk.

Baca: Komunikasi di Busan

Yang penting yang dimakan adalah ikan jadi aman bagi Mama. Gitu saja saya bahagia. Hahaha.

Mercusuar di Sokcho

Untuk transportasi, di Sokcho tidak ada metro/subway, hanya ada bus dan taksi. Dulunya, bus dan taksi di Sokcho hanya bisa dibayar tunai, kartu kredit (keluaran Korea), atau pakai Cash Bee – kartu transportasi selain T-Money. Eh sekarang Puji Tuhan sudah bisa dibayar pakai T-Money, jadi keliling Sokcho lebih mudah lagi, naik turun bus tinggal tap tap tap T-Money. Mantap!!

Baca: Transportasi di Korea Selatan

Saya tidak coba naik taksi di Sokcho karena bus sudah memenuhi banyak rute dan terhitung sangat nyaman. Transportasi lain yang bisa digunakan adalah sepeda! Di penginapan saya ada sepeda yang bebas dipakai keliling, cuma sayangnya saat saya dan Mama mau sepedaan, sepedanya lagi habis dipakai semua. Hihihi.

Eh tentang bus di Sokcho, saya dan Mama sama-sama menyadari bahwa supir bus di Sokcho tuh amat sangat melayani dan menjaga penumpangnya. Bus hanya akan berhenti dan mengangkut penumpang di halte? Itu sih sudah biasa ya. Nilai plus supir bus di Sokcho adalah karena kebanyakan yang naik orang tua, bus tidak akan berjalan kembali sebelum supir melihat orang tua itu duduk (atau mendapat pegangan – kalau kursi bus sudah terisi penuh) dari spion tengahnya yang besar. Jadi semua penumpang sehat selamat bahagia tenang tentrem gemah ripah loh jinawi gitu loh pas naik bus. Simple act tapi menyenangkan sekali melihatnya.

Di hari kedua, kami main ke Seoraksan National Park. Tadinya sih ke sana nggak kepikiran mau trekking ya, wong cuma mau main saja, kepikirnya tuh mau naik kereta gantung eh tapi pas sampai sana ternyata kami kepagian, kereta gantungnya belum beroperasi wkwk, jadi akhirnya kami isi waktu dengan trekking! Hahahaha. Sungguh berfaedah sekali, Yang Mulia.

Ada kereta gantung di belakang Mama

Saya kurang cermat dan memilih jalur Ulsanbawi yang panjang sekali untuk trekking kami pagi itu. 3,7 kilometer dengan level kesukaran yang lumayan sulit. Sudah lah nggak persiapan, milih jalurnya yang panjang pula entah apa maunya Markonah ini hihi. Mama memutuskan berhenti trekking di 2,7 kilometer – yang mana pas sekali saat itu sampai di warung-warung kecil yang jual Indomie rebus pakai sawi dan cengek minuman dan makanan kecil. Sa ae ni Ibu Kitumi pilih tempat berhenti. Hihihi.

Mama menunggu di sana sementara saya lanjut menyelesaikan satu kilometer terakhir sendirian. Maklum, anaknya mandiri.

Wkwk.

Tapi naik Gunung Seorak itu tidak terasa sepi dan sendirian sih, selalu ada saja teman barengan. Atau kalau pun tidak barengan ya bertemu dengan pendaki lain lah dan malah ada kejadian lucu.

Setelah saya menyelesaikan 1 kilometer terakhir dan sampai puncak, pas saya turun saya bertemu pendaki lain yang baru naik. Beberapa kali saya disapa, “)*&#*&W))E*#” gitu tentu dengan bahasa yang (saat itu) belum saya mengerti dan saya awalnya bengong sampai kemudian saya mendengar, “Eomma.. Eomma..” dan tangan para pendaki menunjuk ke bawah sambil senyum-senyum senang gitu.

Ya ampun, Rencang-rencang, Emak saya ni udah bikin teman saja dong di bawah sana! Entah bagaimana berkomunikasinya, intinya banyak sekali pendaki yang jadi tahu saya tu anaknya Ibu yang sedang menunggu di bawah sana itu. Hahahaha. Kejadian ini jadi bikin saya yakin, wajah saya sepertinya memang mirip sama Ibu Kitumi soalnya of all people there, bisa-bisanya mereka tahu saya yang anaknya Mama gitu. Amazing kan!

Sokcho Korea Selatan

Sokcho ni kota kecil dan kota kecil itu identik dengan keramahan penduduknya kan. Di Sokcho, kami mengalami keramahan tak terkira. Mulai dari host penginapan yang mengantar kami keluar dan menunggu hingga kami berbelok sambil terus menunduk-nunduk hormat saat kami check out, sampai seorang ibu-ibu yang menyapa kami di terminal bus dan berbicara dalam bahasa Korea dengan cepat, tak berhenti, walaupun beliau tahu kami tidak mengerti satu kata pun yang diucapkan. Dari bahasa Tarzan yang kami lakukan, saya menangkap sedikit pesan bahwa ternyata beliau melihat kami satu hari sebelumnya di Seoraksan National Park dan senang bisa bertemu lagi di terminal. Hihihi.

Di akhir hari kedua, Mama bertanya apa kami bisa tinggal lebih lama di kota ini dan mengurangi jatah bermalam kami di Seoul (kota selanjutnya yang akan kami kunjungi). Sayangnya, tidak bisa. Tapi sebegitu menancapnya Sokcho di hati kami memang ya.. Hehehe.

Sokcho. Kota yang ramah dan menyenangkan. Kota yang akan sangat nyaman untuk ditinggal dan dikunjungi lagi. Kota dengan aura damai dan hangat. Kota yang menawarkan banyak tempat dan pengalaman lebih dari hanya sekedar kemasakinian. Saya kembali lagi ke Sokcho di perjalanan kedua saya ke Korea Selatan dan tidak akan ragu untuk kembali lagi di perjalanan-perjalanan selanjutnya. Sokcho, kota kecil yang menggugah hati.

Senyum dulu ah.. 🙂

Related Posts

6 Responses
  1. @yukarti Halo halo.. Salam kenal.. Terima kasih sudah mampir..

    Jeju belum pernah.. Tapi ingin sekali ke sana. Nanti kalau ke Korea Selatan lagi, berencana ke Jeju deh. 🙂

  2. Baru baca ini aja aku udah langsung bisa bayangin dan suka dengan Sokcho. Aku catat, dan bakal aku masukkan ke dalam daftar seandainya ada rejeki ke Korea. Apalagi di Sokcho bisa mendaki gunung juga. Yeaaayy!
    Gunung Seorak ini bisa didaki santai khaaan?

    1. Puncak tertingginya menurut brosur tu 6jam hiking. Itu bukan puncak Seoraksannya ya, tapi puncak tertinggi untuk melihat Seoraksan. Harus bisa sehari tektok karena nggak boleh nginap di atas. Hehehe.

  3. Sabrina

    Makasih banget buat ceritanya. Baca tulisan kamu berasa aku ikut di dalam perjalanannya deh. Aku juga mau masukin Sokcho dalam list aku kalo ke Korea Selatan nanti. Doakan aku yaa bisa traveling kayak kamu! Ditunggu cerita lainnya~

Leave a Reply